Friday, September 3, 2010

‘ULAMA’ adalah CITA-CITA & AZZAMKU

Mengenai tema kali ini penulis merasa malu dan minder, karena temanya terlalu tinggi yaitu “Akulah Penakluk Dunia” bersamaan dengan mengucapkan akulah penakluk dunia seiring itu pula muncullah beribu-ribu pertanyaan dalam benak ini? Apakah benar aku penakluk dunia? sementara diri ini masih suka bermalas-malasan suka mengulur waktu, suka bergurau, berbicara hal-hal yang tidak ada manfaatnya, larut dalam kemaksiatan dan lingakaran setan. Sedangkan penulis harus commitment dan consistent dengan apa yang di tulisnya. Disinilah tantangan terberat bagi penulis untuk mengungkapkan isi hatinya. Karena bisa jadi kita pinter menulis tetapi tidak pandai untuk mengamalkannya. Tetapi dengan menyebut asma' Allah "bismillah" penulis akan mengeluarkan satu-persatu apa yang menjadi uneg-uneg dalam hatinya.
Pada dasarnya, sukses adalah milik semua orang. Setiap orang berpeluang untuk menjadi penakluk dunia akan tetapi, persoalan yang sering terjadi adalah, tidak semua orang tahu bagaimana caranya mendapatkan kesuksesan itu. Dalam paradigma islam, kesuksan memang tidak hanya dilihat dari aspek duniawi tetapi juga ukhrawi. Untuk itu kita butuh suatu system atau pola hidup yang memungkinkan kita untuk dapat meraih sukses di dunia sekaligus di akhirat.
Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses. Mengapa? yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil. Allah swt yang akan menetapkan hasilnya.
Dalam berproses, kita punya kwajiban untuk menjaga dua perkara dalam aktivitas keseharian, yaitu selalu menjaga setiap niat dari apa pun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan. Selebihnya terserah Allah swt.
Disitulah yang sering kita lupakan, kita ingin cepat-cepat menikmati hasil tanpa harus berproses terlebih dahulu. Sedangkan telah kita ketahui bahwasanya setiap sesuatu itu ada prosesnya, bukankah kita untuk sampai tangga yang ke-lima puluh kita harus melewati tangga yang pertama?
Sebagaimana para mujahidin yang berjuang di jalan Allah membela bangsa dan agama. Sebetulnya bukan kemenangan yang terpenting bagi mereka, karena menang-kalah itu akan selalu dipergilirkan kepada siapa pun. Namun yang terpenting baginya adalah, bagaimana selama berjuang itu niatnya benar karena Allah dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap terjaga. Orang seperti inilah yang ketika dapat mengalahkan lawan berarti mendapatkan pahala, dan kalaupun terbunuh insya Allah mendapatkan syuhada.
Jika kita melihat pada kisah para nabi dan atsar para sahabat maka beliau-beliau itulah para penakluk dunia. Dan para penakluk dunia lainnya adalah para ulama' Allah swt. Karena beliau adalah pewaris dari para nabi-Nya. Untuk menjadi penakluk dunia bukanlah hal yang mudah dan manis tanpa hambatan. Tetapi sebaliknya untuk menuju kesana kita harus melalui jalan yang penuh dengan beribu-beribu rintangan serta duri yang siap menyobek setiap bagian tubuh yang menyentuhnya. Berbagai jalan yang harus kita lalui ada yang berkelok, ada yang licin, terjal, dan sebagainya. Oleh karenanya tidak jarang para penakluk dunia itu yang jatuh-bangun, terpelanting, terperosok oleh hempasan-hempasan badai yang menghantamnya. Dan kita harus lulus melewati rintangan dan hambatan tersebut, karena kesemuanya itu adalah proses yang harus di lalui.
Oleh karenanya kita harus merubah cara berpikir kita, dan bertanya mengapa seorang ulama' bisa menjadi pemakluk dunia? Sehingga dunia dan isinya tunduk padanya. Kesemuanya itu lebih dikarenakan rasa takutnya beliau-beliau itu kepada Allah swt.
Sebagaimana yang difirmankanj-Nya;

"Sungguh, hamba Allah yang paling takut kepada-Nya hanyalah Ulama'. " (Qs. Fathir: 28)

sejalan dengan firman-Nya di atas;

"Allah menyatakan, bahwa tidak ada tidak ada tuhan selain Dia, Dia yang menegakkan keadilan, para malaikat dan orang-orang yang berilmu juga mengatakan yang demikian itu." (Qs. Ali-Imran: 18



Pada dasarnya ciri utama yang melekat pada ulama adalah takut kepada Allah khasyatullah. Jadi seorang ulama takut jangan-jangan perbuatan yang saya lakukan selama ini tidak diterima-Nya. Sehingga apa yang kita sangka mendapat ridha Allah tetapi kenyataan sebaliknya kita menghadap-Nya dengan murka-Nya.
Karena ada sebagian dari manusia yang kelihatannya mengerjakan perbuatan ahli surga tetapi kenyataannya dihadapan Allah amalan-amalan tersebut justru manjerumuskannya kedalam neraka-Nya. Naudzu bullah.
Oleh karenanya bukan ciri ulama bila berani menentang aturan-aturan yang telah ditetapkan-Nya. Kita bisa lihat mengapa Ibrahim as tidak mempan dibakar api karena beliau tidak takut kepada panasnya kobaran api tetapi takut pada murka Allah, mengapa nabi Sulaiman bisa berbicara dengan binatang bahkan setan dan jin tunduk kepada perintahnya? Karena beliau takut dan menyandarkan diri hanya kepada Allah. Sehingga Allah mengaruniakan ilmu bisa berbicara dengan segala macam binatang. Dan masih banyak karomah-karomah yang lain yang di berikan Allah kepada para hamba-Nya yang senantiasa takut kepada-Nya.
Dikarenakan tanda dari pada ulama' adalah bila semakin pandai tentang ilmu meka semakin pula rasa takutnya kepada Allah, rasa takut tersebut muncul karena di dorong oleh sifat haya' atau malu, dan sekaligus menyadari bahwa dirinya tidak lebih hanyalah seorang hamba dihadapan-Nya.

Adapun ciri-ciri yang lain dari ulama' adalah;

- Wara'
Seorang ulama' sudah seharusnya bersikap wara' karena karena mahkota para ulama' adalah wara'. Sesuai denngan sabda nabi saw;

Dari Hudaifah bin al-Yaman meriwayatkan Rasulullah saw bersabda; "Keutamaan Ilmu jauh lebih baik dari pada keutamaan beribadah. Urusan agamamu yang paling baik adalah menjaga citra diri. (Hr.Tabrani).

Dan dari situlah kita bisa lihat mengapa ulama' dulu dan sekarang sangat berbeda. Misalnya jika berdo'a cukup baca basmalah tapi hasilnya coos pleng alias langsung dikabulkan, hal itu sangat berbeda dengan ulama' jaman sekarang do'a yang di panjatkan panjang tetapi ngobos.
Hal tersebut dikarenakan ulama' dulu sangat hati-hati (wara'), tidak menjual ayat untuk mencari sesuap nasi, tidak ingin populer, tidak ingin dipuji toh hasilnya bisa kita saksikan bersama. Berbeda dengan ulama' jaman sekarang dia mau berceramah jika ada untungnya, ada uangnya dan pamrih-pamrih yang lain. Dan salah satu sebab yang menghalangi terkabulnya do'a bagi ulama adalah kurangnya menjaga "citra diri" alias wara'. Oleh karenanya Rasulullah saw sangat mewanti-wanti kita dengan sabdanya;

Ibnu 'Abbas meriwayatkan Rasulullah saw bersabda; " Ada dua golongan 'ulama'; pertama: orang yang dikaruniai ilmu, kemudian dia sebarkan kepada masyarakat. ilmu tersebut tidak digunakan untuk mencari sesuap nasi dan menumpuk harta. Dengan perilaku demikian, maka ikan hiu dan semua binatang melata di bumi, bahkan burung yang berterbangan memintakan ampun untuknya; kedua: orang yang dikaruniai ilmu namun tidak mau mengajarkannya. Dia mau mengajarkannya jika ada makanan dan upah. Orang seperti ini akan diikat pada hari kiamat nanti dengan tali yang terbuat dari api. Pada saat yang sama, ada suara yang memanggil dan berkata; "Inilah orang yang diberi ilmu oleh Allah, tetapi dia tidak mau mengajarkannya. Dia mau mengajarkannya jika ada makanan dan upah. Begitulah seterusnya yang dia alami sampai selesainya masa perhitungan." (Hr. Tabrani).

- Gemar mempelajari dan mengamalkan ilmu pengetahuan
Dan ciri yang menonjol dari ulama’ adalah gemar mempelajari ilmu pengetahuan, apa pun yang di ucapkan dan dibicarakan ujung-ujungnya adalah ilmu pengetahuan, ke mana dan di mana pun yang di bahas adalah ilmu. Sehingga ia kaya akan ilmu pengetahuan dan pemahaman; Ilmunya luas, luwes, dan mendalam.
Orang yang kaya dengan ilmu, dia akan leluasa mengajari ilmu, setelah ia mendapatkan ilmu ia sampaikan kepada orang lain setelah ia mengamalkan. Karena meyakini benar sabda Nabi saw;
“Dari Sahl bin Mu'adz meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda; "Orang yang mengajarkan ilmu mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya tanpa harus mengurangi pahala si pengamal sedikitpun." (Hr. Ibnu Majah).
Karena ada juga orang yang punya ilmu tetapi ia kikir dengan ilmunya tidak mau mengamalkannya kepada orang lain, sesungguhnya ia bukanlah orang yang berilmu (Ulama’). Karena ciri keilmuan seseorang adalah apabila dengan ilmunya ia makin lapang dengan ilmunya, makin dekat dan takut dengan Allah serta makin gemar memberikan ilmunya kepada orang lain. Ia ajarkan ilmu yang diperolehnya pada orang lain bagai cahaya matahari yang tidak pernah merasa rugi dengan mengeluarkan cahayanya. Oleh karenanya karomah ulama' jauh lebih besar dibanding ahli Ibadah Sabda Nabi;
"Abu Umamah meriwayatkan Rasulullah saw bersabda; "Orang 'alim dan ahli ibadah akan dibangkitkan, lalu dikatakan kepada orang ahli ibadah, "Masuklah anda ke surga, lalu dikatakan kepada orang 'alim, jangan masuk dulu sebelum anda memberi pertolongan kepada orang lain." (Hr. al-Ashbahani).

Sebenarnya banyak hadis ini dan yang serupa dengan ini, ditunjukan kepada orang alim yang beramal dan ilmunya dipergunakan hanya untuk mencari ridha Allah , sementara orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, dia akan mendapatkan siksaan sangat berat pada hari kiamat nanti. begitu juga, orang 'alim yang ilmunya tidak digunakan untuk mencari ridha Allah, dia tidak akan mencium wangi surga. Sebaliknya, dia termasuk salah satu dari tiga golongan yang menjadi bahan bakan api neraka sebelum yang lain dijerumuskan kedalamnya. Banyak hadis sahih yang menjelaskankeadaan demikian.

- Memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk menggali berbagai hal yang bermanfaat dan berguna.
Ciri lain dari ‘ulama’ ialah menggunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat; membaca, menulis, menyalin, mutola’ah dan sebagainya. Yang jelas ia tidak ingin mengisi waktunya dengan hal-hal yang tidak berguna bagi dunia lebih-lebih akhiratnya, dan dia rugi bila waktunya berjalan sia-sia.
Disinilah seorang ulama sadar benar atas eksistensi waktu, bahwa waktu terus berjalan dan tidak akan terulang kembali. Dan seseorang pun tidak ada yang mengetahui kapan dia akan di panggil oleh Allah swt. Maka merugilah bila waktu terbuang sia-sia karena ada sebagian orang yang tidak lama dalam mengarungi bahtera kehidupan ini, namun namanya selalu di kenang sepanjang masa; sehingga sebagian salafus sholih berkata; "Teramat jauh bedanya antara orang-orang yang telah mati, tetapi hati orang lain dapat hidup ketika menyebut namanya. Dengan orang-orang yang masih hbidup tetapi hati orang lain dapat mati bila bergaul dengannya." (Ibnu Qoyyim, Zat al-Muhajirila Rabbih: 58).
Adapun orang yang tidak mengetahui bagaimana seharusnya menggunakan waktu, dan hanya menghambur-hamburkan waktunya dengan banyak bicara, makan dan tidur, serta menjual akhirat dengan dunia dan mengutamakan soal-soal kekinian dari pada yang kekal abadi. Maka orang yang semacam inilah yang dapat mematikan jiwa orang lain jika bergaul dan bergabung dengannya.
Oleh karenanya seorang ulama pantang menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat buat dirinya dan agamanya terlebih buat akhiratnya.

- Tidak menuruti hawa nafsunya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang waliullah bahwasanya; “Syahwat itu di jadikan untuk para hamba-Ku yang lemah, sebagai perantara untuk melaksanakan taat (kepada Allah). Adapun hamba-hamba yang kuat, maka mereka harus tidak mempunyai kesenangan (syahwat).
Karenanya seorang ulama' telah paham benar bahwa hawa nafsu merupakan penghalang besar dan satu-satunya faktor yang membuat kita tidak bisa mengenal apa-apa yang disukai Allah, karena hawa nafsu sangat potensial membuat gelap kotornya hati. Memang ibarat kuda, bila hawa nafsu itu tunduk dan manut pada kita, maka jadilah hidup kita terasa nikmat dan mulia. Itulah nafsu mutma'inah.
Sebaliknya, kalau sang nafsu dapat dikendalikan oleh setan, maka hidup pun akan sengsara lantaran tak pernah beroleh kenikmatan yang hakiki kecuali aneka kenikmatan sesaat. Menuruti hawa nafsu yang sudah dikendalikan oleh setan itu laksana meminum air laut. Semakin banyak yang diteguk, bukan menghilangkan dahaga, melainkan semakin membuat haus menjadi-jadi. Itulah nafsu amarah atau lawwamah.
Oleh karenanya seorang ulama sangat waspada nafsu perut, sebab bila perut menampung makanan yang tidak jelas dapat menimbulkan hal-hal yang dapat menurunkan kualitas keimanan, seperti tidak bisa bangun malam untuk bermunajat, tidak khusuk dalam setiap ibadahnya, tumpulnya otak, tidak terkabulnya do'a, dan lain-lain. Sering kali disebabkan oleh masalah perut.
Akibatnya tidak usah heran kalau mata akan malas untuk membaca firman-firman-Nya, tangan akan teramat berat dipergunakan untuk menolong sesame yang membutuhkan bantuan, menyantuni yang lemah, dan memberi sedekah di jalan Allah, mulut akan teramat sungkan berbicara tentang kebaikan dan mengajak orang lain dan kejalan kebenaran, telinga akan menjadi malas sekali untuk mendengar kebaikan dan ajakan menuju yang Maha Rahman; dan lain sebagainya.
Dalam kaitannya dengan memeliahara perut Rasulullah saw bersabda;

"Tidklah seseorang mengisi wadah yang lebih baik dari pada perutnya. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan saja untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak mungkin demikian, maka hendaklahsepertiga dari perutnya diisi makanan, sepertiga diisi dengan minuman, dan sepertiga lagi untuk pernafasan." (Hr. Ahmad dan Tirmidzi).

Yang pasti dari makanan yang tidak jelas alias haram akan mengakibatkan kasat dan mengerasnya hati sehingga menjadikan nafsu menjadi liar dan sulit untuk di kendalikan.

- Sedikit tidur.
Berkiblat pada para sahabat Nabi saw kita baca pada sirah nabi dan sejarah para sahabat, maka kita akan mengetahui. bahwa beliau-beliau itu adalah orang yang ahli dzikir, bermunajat, dan sedikit tidur di waktu malam.
Malam hari bagi Islam memiliki keistimewaan tersendiri lebih-lebih bagi seorang ulama' dan para kekasih-Nya. Allah swt telah berfirman dalam al-qur'an;

" Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat untuk khusuk dan bacaan diwaktu itu lebih berkesan" (Qs. al-Muzzammil: 6).

Melakukan ibadah pada malam hari sangat berat hampir bagi seluruh umat manusia, karena itu mereka memperoleh pahala yang besar dan derajat yang tinggi. Sebab ibadah dimalam hari memiliki pengaruh dan kejernihan yang tidak ada pada saat-saat yang lain, begitu pula pemahaman akan makna-makna yang tidak terdapat pada kesempatan yang lain. Sebagaimana yang telah difirmankan-Nya;

"….. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu Perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan." (Qs. al-Muzzammil: 4-8)

- Rendah hati.
Andaikan Kita benar-benar bisa menempatkan diri kita secara tepat sekali dalam hidup ini niscaya hidup ini akan lebih indah, lebih ringan dan lebih barakah, sayang kita kadang tidak cukup waktu untuk mengenal diri, sehingga kita merasa lebih tinggi dari kenyataan atau merasa diri kita lebih rendah dari karunia Allah. Sesungguhnya kekayaan, jabatan, setatus sosial, bahkan kemiskinan dan kekurangan adalah cobaan dari-Nya. Syukurkah bagi yang kaya dengan hartanya dan sabarkah bagi si miskin dengan kekurangannya ? oleh karenanya, imam Ibn Athoillah di dalam Hikamnya mengatakan; “Barang siapa yang menerandahkan dirinya, maka Allah akan memuliakannya, dan barang siapa yang sombong dan besar diri maka, Allah akan menghinakannya.”
Agar kita tidak terjebak dengan nafsu kesombongan, maka kita tidak boleh melihat orang lain lebih rendah dari diri kita. Sebaliknya setiap melihat orang yang dilihat adalah kelabihanya, lihat anak-anak eemh anak-anak dia masih kecil, dosanya masih sedikit, lihat bapak-bapak wah mungkin amalnya lebih banyak dari kita karena lebih tua dari kita, lihat orang yang baru belajar al-Qura'an , mungkin baru belajar tapi sudah lebih paham dari kita diucapkan kata demi kata dengan ikhlas, lihat seorang guru, mungkin karena keikhlasanyalah sehingga menjadikan murid-murid menjadi pandai yang kelak akan menjadi benteng bagi agama dan bangsa kita. Dikarenakan semakin senang kita melihat kelebihan orang, keberhasilan orang, maka insyallah makin jauh kita dari kesombongan, dan makin dekat dengan ketawadu'an. Itulah yang di sebut dengan akhlak rendah hati.

- Tidak pernah tunduk pada orang kaya dan orang-orang yang mempunyai kedudukan.
Adalah hal penting yang sering dilupakan oleh para pemuka agama atau ulama' jaman sekarang adalah tunduk kepada orang yang berkedudukan, kita bisa lihat para pemuka agama di Negara kita ini, mereka dengan senangnya menerima bantuan dari pejabat, menteri dan komplotannya. Padahal ujung-ujungnya adalah sang pejabat meminta agar "pekerjaannya" disetujui oleh pemuka agama tersebut. Akhirnya apa? mau tidak mau pemuka agama harus menuruti dan menyetujui gagasan-gagasan pejabat walaupun sebenarnya melanggar syariat islam, dikarenakan pemuka agama tersebut telah kena hutang budi pada pejabat. Padahal Nabi saw telah bersabda;

"Barangsiapa merendahkan diri kepada orang kaya, karena kekayaannya. Maka hilannglah dua pertiga dari agamanya." (al-Hadist).

Di dalam manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani diterangkan bahwasanya Seaikh Abdul Qadir ra tidak mau mengagungkan orang kaya dan berdiri karena datangnya seorang raja dan tidak juga karena datangnya orang-orang yang mempunyai kedudukan. Dan seringkali beliau sedang duduk-duduk kemudian beliau tinggalkan masuk kamar pribadinya. Kemudian baru keluar lagi untuk menemui kholifah. Hal ini dilakukan karena memuliakan perilaku tasawwuf yang tidak tertarik dengan kedudukan dan harta serta tidak berdiri hanya sekedar kedatangan raja. Lagi pula beliau tidak mau berdiri di depan pintu-pintu raja atau menteri dan juga tidak mau menerima hadiah dari raja. Pernah suatu ketika raja datang kepada beliau untuk memberikan hadiah kepada beliau, tetapi beliau menolaknya sehingga raja mencemoohnya karena tidak di indahkannya pemberian raja. Maka Syaikh berkata kepada sang raja: kalau begitu bawa sendiri hadiah itu kesini, kemudian raja pun membawa sendiri buah apel untuk syaikh. Tiba-tiba buah apel itu di dalamnya penuh darah dan nanah. Maka Syaikh berkata kepada raja: kenapa raja selalu mencemooh saya? Padahal saya tidak mau memakan buah apel ini, karena seluruhnya penuh dengan darah manusia. Maka raja pun minta maaf dan bertaubat.

- Menghormati fakir miskin.
Dan sifat yang harus dimiliki oleh ulama' adalah mencintai dan menghormati fakir miskin, karena ulama adalah pengayom bagi masyarakat tempat mengadu setiap begi setiap permasalahan, dan lebih diharuskan momong dari pada sekedar ngomong. Nabi bersabda;

"Rendahkanlah diri kalian dan duduklah kalian bersama orang-orang miskin, maka kalian termasuk golongan orang-orang yang besar di hadapan Allah dan keluar dari sifat sombong (al-Hadist)

Oleh karenanya Nabi saw lebih suka bergaul dengan orang-orang miskin yang setiap pagi dan sore mengagungkan Allah, sampai-sampai dalam do'a beliau "Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin dan matikanlah aku dalam keadaan miskin serta kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin."
- Berserah diri pada Allah
Berserah diri pada Allah (mutawakkil) adalah ciri ‘ulama; dia pasrahkan segala urusannya kepada Allah, dan bergantung hanya kepada Allah. Dan itulah yang di sebut orang kaya, orang yang telah mencapai kedudukan “makrifatullah” telah mengenal Allah. Oleh karenanya orang yang telah mengenal Allah swt. dia akan tenang dan berwibawa serta bisa membuat tenang orang disekelilingnya, wajahnya yang tenang membuat orang yang galau jadi tenang dengan melihatnya, kata-katanya membuat orang gelisah jadi bahagia. Hal itu sangat berbeda dengan orang yang jauh dari Allah swt.
Orang yang mengenal Allah, dia kaya terhadap makrifatullah dan tidak pernah mengantungkan dirinya kepada suatu makhluk. Tetapi sebaliknya dia kaya untuk menyedekahkan hartanya karena ia tidak takut miskin, kaya untuk memberikan ilmunya, mendoakan orang lain, dia tidak pernah berat untuk menolong orang dan menghoramati orang lain; itulah orang yang kaya hakiki. Karena ada orang yang miskin penghoramatan, kemana-mana ingin dihormati ingin dibedakan ingin disepecialkan dari yang lain, kalau tidak datang penghormatan dia sakit hati, sebetulnya dialah orang yang miskin, karena kepingin dihormati orang lain. Sedangkan orang yang kaya tidak ingin dihormati atau disanjung oleh orang lain, tetapi menghormati orang lain.
Dan kekayaan yang paling besar dan agung adalah orang orang yang mengenal Allah swt. Orang tersebut bisa jadi uangnya sedikit tetapi batinya kaya. mungkin rumahnya sederahana tetapi hatinya megah, mungkin tubuhnya mungil tetapi batinya lapang. Oleh karenanya bila ingin menjadi orang yang kaya, terus belajar kenali Allah dekati Allah cintai Dia, orang yang mengenal Allah pasti cinta dengan ilmu, karena ilmu adalah pupuknya iman.

No comments:

Post a Comment