Saturday, September 18, 2010

Menanam Pohon Adalah Sedekah

حَدَّثَنَا بَهْزٌ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ؛ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ؛ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَـيْهِ وَسَلَّمَ :
إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَبِـيَدِ أَحَدِكُمْ فَسِـيْلَةٌ؛ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لاَ يَقُوْمَ حَـتَّى يَغْرِسَهَا؛ فَلْيَـفْـعَلْ
Dari sahabat Anas bin Malik r.hu berkata telah bersabda Rasulullah saw,

“Jika Hari Kiamat telah datang. Sedang di tangan salah seorang di antara kalian terdapat bibit pohon kurma [tanaman]. Maka, jika dia mampu untuk tidak berdiri seraya menanamnya. Maka, lakukanlah.”

Kedudukan Hadis
Hadis ini terdapat dalam Kitab Musnad Ahmad, bab Musnad Anas bin Malik r.hu, Juz XXVI, halaman 59, hadis nomor 12512. Imam Thayalisi r.hu meriwayatkan dalam Kitab al-Musnad (2068). Hadis ini dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albani r.hu dalam as-Shahihah, hadis nomor 9.

Pemahaman Hadis
as-Sā’ah. Artinya, Hari Kiamat.
Hari Kiamat pasti terjadi. Tidak ada keraguan sama sekali mengenai hal itu. Akan tetapi tidak ada seorang pun yang tahu kapan Hari Kiamat terjadi.
Kedahsyatan Hari Kiamat banyak digambarkan Allah swt dalam al-qur’an maupun di dalam hadis-hadis Nabi saw. Saat itu kegentingannya membuat takut seluruh makhluk hidup yang ada di alam ini. Di mana langit terpecah, bumi terbelah, laut meluap, matahari digulung, dan bintang-bintang dikumpulkan.

Fasīlatun. Artinya, bibit pohon kurma (tanaman).
Satu di antara perkara yang tidak terputus amalan seseorang. Walau ia telah meninggal dunia adalah sedekah jariah. Yaitu, sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang yang telah meninggal dunia.
Para ulama berpendapat, “Sedekah jariah memiliki banyak macam dan jalannya. Seperti, membuat sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan yang lainnya.”
Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariah bagi kita –meskipun kita telah wafat. Selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan. Nabi saw bersabda, “Tidak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya” (Hr.Bukhari dalam Kitab al-Muzara'ah dan Muslim dalam Kitab al-Musaqah).
Meskipun kata yang digunakan dalam hadis di atas adalah fasīlatun. Yang berarti bibit pohon kurma yang diambil dari induknya. Bukan berarti tanaman selain itu tidak diperintahkan untuk menanam. Anggapan itu tentu kurang bijaksana. Sebab, kata fasīlatun bukan dalam bentuk ma’rifat melainkan nakirah.
Itu mengandung pengertian, bahwa bukan hanya bibit pohon kurma yang diperintahkan menanam. Akan tetapi semua jenis tanaman yang kita miliki. Asalkan tanaman itu membawa manfaat dan keberkahan bagi kehidupan makhluk hidup.
Adakah pepohonan atau tanaman yang tidak membawa manfaat bagi kehidupan manusia? Jika tidak. Maka, tanamlah semua jenis bibit tanaman yang Anda miliki. Baik itu di pekarangan rumah, kebun atau di mana saja yang masih bisa Anda tanami.

Istathā’a. Artinya, mampu.
Kata ini memberikan pemahaman bahwa dalam keadaan yang sangat sulit sekalipun. Hendaknya tetap memiliki kebiasaan menanam benih. Artinya, setiap manusia diarahkan untuk memiliki kesadaran menanam benih atau bibit tanaman di muka bumi ini. Terlebih jika dunia telah mengalami kerusakan yang dahsyat. Seperti sekarang ini, misalnya. Di mana semua penduduk bumi dituntut kesadaran dan ketulusannya untuk melakukan penanaman bibit.
Sekaranglah saatnya melakukan “Revolusi Hijau”. Yaitu, bagi pasutri (pasangan suami-isteri) hendaknya memiliki kebiasaan positif (habits), sekali senggama menanam tumbuhan setelah 7 jam.

Fal yaf’al. Artinya, maka lakukanlah.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani r.hu berpendapat, “Tak ada sesuatu (yakni, dalil) yang paling kuat menunjukkan anjuran bercocok tanam, seperti dalam hadis yang mulia ini. Karena di dalamnya terdapat targhib (dorongan) besar untuk menggunakan kesempatan terakhir dari kehidupan seseorang dalam rangka menanam sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia setelah ia (si penanam) meninggal dunia. Maka, pahalanya terus mengalir, dan dituliskan sebagai pahala baginya sampai Hari Kiamat” (Lihat Kitab Silsilah al-Ahadisush Shahihah).
Inilah perintah nyata dari Nabi saw. Sebab, dalam keadaan yang sangat genting, Rasulullah saw tetap memerintahkan, apabila di tangan terdapat bibit pohon (tanaman), maka jika dia mampu untuk tidak berdiri sampai menanamnya. Maka, menanamlah.
Nabi saw tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada umatnya dalam kondisi yang genting dan sempit seperti itu, kecuali karena perkara itu amat penting, dan besar manfaatnya bagi umat manusia. Semua ini menunjukkan mengenai dukungan terus “Revolusi Hijau”.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Tanamlah semua bibit tumbuhan yang bisa ditanam.
2. Lakukan penghijauan di sekitar lingkungan Anda.
3. Lakukan semua itu semata didasari iman kepada Allah swt, cinta pada Rasulullah saw, dan karena kecintaan terhadap ilmu dan hikmah.

Oase Pencerahan
Seorang mukmin yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah swt. Sebab, tanaman itu akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan. Bahkan, bumi yang kita tempati ini.
Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram. Maka, kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala. Sebab, tanaman yang diambil itu berubah menjadi sedekah bagi kita. Rasulullah saw bersabda, “Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman. Lalu, burung, manusia atau hewan memakannya, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya” (Hr.Bukhari). “Tidak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman. Lalu, burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya” (Hr.Muslim).
Mengenai dua hadis di atas Imam Nawawi r.hu berpendapat dalam Kitab al-Musaqah, hadis nomor 3945, “Di dalam hadis ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman. Pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai Hari Kiamat masih ada. Para ulama silang pendapat tentang pekerjaan yang paling baik dan paling afdhal. Ada yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah perniagaan. Ada yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah kerajinan tangan. Ada juga yang menyatakan, bahwa yang terbaik adalah bercocok tanam. Inilah pendapat yang benar. Saya telah memaparkan penjelasannya di akhir bab al-Ath’imah dari Kitab Syarh al-Muhadzdzab. Di dalam hadis-hadis ini terdapat keterangan, bahwa pahala dan ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi kaum muslimin. Dan, bahwa seorang manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari hartanya, atau dirusak oleh hewan, atau burung atau sejenisnya” (Lihat dalam Kitab al-Minhaj).
Pahala sedekah yang dijanjikan oleh Rasulullah saw dalam hadis-hadis ini akan diraih oleh seseorang yang yang menanam. Walapun ia tidak meniatkan tanamannya yang diambil atau dirusak orang dan hewan sebagai sedekah.
Penghijauan (reboisasi) merupakan amalan shalih yang mengandung banyak manfaat bagi umat manusia dan makhluk hidup. Baik di dunia maupun untuk membantu kemaslahatan akhirat seorang muslim-mukmin.
Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim-mukmin memiliki banyak manfaat. Seperti, pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat. Buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon.
Jika demikian banyak manfaat dari penghijuan. Maka, tak heran jika dinul Islam memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah. Lalu, menanaminya seperti yang dijelaskan oleh Nabi saw dalam hadis di atas. Rasulullah saw bersabda, “Tak akan tegak Hari Kiamat sampai tanah Arab menjadi tanah subur dan sungai-sungai [berair]” (Hr.Muslim dan Ahmad).
Ketika para sahabat mendengarkan hadis ini. Maka, mereka berlomba-lomba dan saling mendorong untuk melakukan program penghijauan. Karena ingin mendapatkan keutamaan dari Allah swt di dunia dan di akhirat.
Saudaraku, jika Anda mau membuka sebagian kitab-kitab hadis yang berisi keterangan dan petunjuk jalan hidup para salaf (pendahulu). Maka, Anda akan mendapatkan manusia-manusia yang memiliki semangat dalam menggalakkan perintah Nabi saw dalam rangka “Meng-alamkan alam” (atau menanam). Cermatilah penuturan seorang tabi’in yang bernama Umarah bin Khuzaimah bin Tsabit al-Anshari al-Madani r.hu, “Saya pernah mendengarkan Umar bin Khaththab berkata kepada bapakku, “Apa yang menghalangi dirimu untuk menanami tanahmu?” Bapakku berkata kepada beliau, “Saya adalah orang yang sudah tua, akan mati besok.” Umar berkata kepadanya, “Saya mengharuskan engkau [menanamnya]. “Engkau harus menanam!” Sungguh saya melihat Umar bin Khaththab menanam dengan tangannya bersama bapakku” (Hr.Ibnu Jarir ath-Thobari).
Saudaraku, masihkan Anda ragu dalam perintah menanam dan keutamaannya?
Mari dalam rangka “Meng-alam-kan alam” dan menghijaukan bumi. Kita gemar menanam supaya keseimbangan alam ini tetap terjaga, insya Allah. [ ]

No comments:

Post a Comment