Saturday, September 18, 2010

Memahami Isbal

حَـدَّثَنِي عَنْ مَالِكٍ، عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ عَـبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِـيْهِ أَنَّهُ قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا سَعِـيْدٍ الْخُدْرِيَّ، عَنِ اْلإِِزَارِ فَقَالَ: أَنَا أُخْبِرُكَ بِعِلْمٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
إِزْرَةُ الْمُؤْمِنِ إِلَى أَنْصَافِ سَاقَـيْهِ لاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ فِيْمَا بَيْـنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْـبَيْنِ مَا أَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ فَفِي النَّارِ مَا أَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ فَفِي النَّارِ لاَ يَنْظُرُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا
Dari sahabat Ala`i bin Abdurrahman r.hu dari ayahnya ia berkata, “Saya bertanya kepada Abu Sa’id al-Khudri r.hu tentang izar? Kemudian, ia menjawab “Saya akan memberitahukan satu ilmu, bahwa saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda,

“Sarung seorang mukmin hingga tengah betis. Dan, tidak mengapa jika di antara tengah betis hingga mata kaki. Maka, apa yang di bawah mata kaki, tempatnya di neraka, apa yang di bawah mata kaki, tempatnya di neraka. Pada Hari Kiamat Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret sarungnya [sampai menyapu tanah-red] karena sombong.”

Kedudukan Hadis
Hadis di atas diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri r.hu. Terdapat dalam Kitab Muwwatha’, Juz V, hadis nomor 1426, halaman 416.
Dalam Musnad Imam Ahmad, Juz XVI, hadis nomor 7519, halaman 60.
Kitab Sunan Imam Nasa’i, Juz V, hadis nomor 9705, halaman 489.
Kitab Sunan Ibnu Hibban, Juz XXII, hadis nomor 5538, halaman 424.
Dan, Imam Thabrani r.hu dalam Kitab-nya, Juz III, hadis nomor 13113, halaman 477.

Pemahaman Hadis
Ilā anshāfi sāqaihi. Artinya, hingga tengah betis.
Aspek yang terkandung dalam teks ini, bahwa dinul Islam mengajarkan unsur kepraktisan. Praktis dari jumlah lebar dan panjang kain yang hendak dikenakan, apakah itu model sinjar, model sarung, maupun model celana (pantalon).
Praktis apabila digunakan untuk ibadah shalat. Tidak usah menggulung. Sebab, kedua mata kakinya telah kelihatan. Yang ini disunnahkan di dalam shalat. Yakni, hendaknya menampakkan kedua mata kaki bagi laki-laki. Sebaliknya, harus menutup rapat bagi kaum perempuan.
Praktis dari segi model. Jika umat Islam mengenakan dengan memperhatikan sunnah ini. Maka, kaum muslimin, khususnya para kawula muda Islam tidak terjebak dengan gaya dan model yang diusung dari luar Islam. Tidak terlalu komprang (kombor). Juga tidak terlalu press body. Benar-benar memperhatikan unsur etika dan estetika.
Dari sahabat Ibnu Umar r.hu berkata, “Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sinjarku terurai. Kemudian, Rasulullah saw menegurku, seraya berkata, “Wahai Abdullah, tinggikan sinjarmu!” Saya pun meninggikannya.
Beliau saw bersabda lagi, “Tinggikan lagi!” Saya pun meninggikannya lagi.
Sejak saat itu saya senantiasa menjaga sinjarku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, “Seberapa tingginya?”
“Sampai setengah betis.” (Hr.Muslim, hadis nomor 2086 dan Ahmad, Juz II, halaman 33).

al-Ka’bain. Artinya, kedua mata kaki.
Kedua mata kaki sebagai batas yang telah ditentukan oleh Nabi saw. Melebihi kedua mata kaki itulah yang dicap neraka.
Jelas, ukuran panjang sinjar, konteks Indonesia: Sarung; Pantalon (celana panjang); dan Jarik (bagi yang berbusana Jawa) batas panjang bawah adalah kedua mata kaki.
Diriwayatkan, Rasulullah saw pernah suatu ketika melihat sahabat Abu Bakar r.hu namun beliau tidak komentar apa-apa mengenai sinjar sahabat Abu Bakar yang sampai di kedua mata kaki. Diamnya Nabi saw menandakan diperbolehkannya. Dan, itu menjadi tanda persetujuan Nabi saw (taqrir). Taqrir Nabi saw adalah hadis Nabi saw. Juga, diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah r.hu, “Rasulullah saw bersabda,

“Sinjar seorang mukmin hingga tengah betis dan tidak mengapa jika di antara tengah betis sampai mata kaki. Maka, apa yang di bawah mata kaki tempatnya di neraka” (Hr.Ahmad, dalam Musnad).

Dalam hadis ini tercatat kata, “Nisfi syaqaihi tsumma ilal ka’bain.” Artinya, pertengahan betis lalu sampai kedua mata kaki. Terdapatnya huruf ghayah “ila” memberikan tanda bahwa ka’bain menjadi batas akhir dari panjang yang diperbolehkan.

Jarra. Artinya, menyeret celana hingga menyapu tanah.
Yang dimaksud jarra adalah irkha’. Yakni, memanjangkan kain atau kain yang panjang, yang panjangnya melebihi kedua mata kaki hingga menyeretnya ke tanah. Termasuk irkha’ adalah celana kombor atau komprang.
Di samping memang dilarang secara tegas. Memanjangkan kain melebihi kedua mata kaki hingga menyeret ke tanah, adalah kebiasaan para raja Persia dan Romawi. Demikian hal dengan para pembesar dan bangsawan di kalangan mereka.
Semua mereka lakukan sebagai sebuah citra diri menjadi penguasa, pejabat, dan hartawan. Dengan kata lain, mereka menyombongkan diri dengan model berpakaian seperti itu.
Sementara, dinul Islam mengajarkan kepada segenap kaum muslimin-mukmin untuk tidak berlaku sombong. Sebaliknya, umat Islam harus selalu rendah hati (tawadlu’). Sombong adalah selendang Allah jalla jalaluh. Rasulullah saw bersabda,

“Allah ta’ala pada Hari Kiamat nanti tidak melihat kepada orang yang menyeret pakaiannya karena berlaku sombong” (Hr.Bukhari, nomor 5783 dan Muslim, nomor 5420).

Hikmah dibalik dilarangnya irkha’, adalah:
1. Batharan (sombong).
“Memanjangkan pakaian [menyeret pakaian] berkonsekuensi adanya sifat sombong, walaupun pemakainya tidak bertujuan untuk berlaku sombong,” demikian menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani r.hu. Masih menurutnya, yang menguatkan hal ini, hadis yang diriwayatkan secara marfu’ oleh Ahmad bin Mani’ dari sahabat Ibnu ‘Umar r.huma,

“Hati-hati kamu dari menyeret kainmu. Karena menyeret kain termasuk kesombongan” (Hr.Ahmad).

2. Mubadzir (berlebih-lebihan).
al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani r.hu berkata, “Apabila pakaian melebihi batas semestinya. Maka, larangannya dari segi israf (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman” (Fathul Bari, Juz II, nomor 436).
Dan, Allah ta’ala berfirman,

“Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Qs.al-A’raf [7]: 31).

Jadi, yang dimaksud orang yang irkha’ adalah orang yang berlebih-lebihan dalam hal berpakaian. wa-llahu a’lam.

3. Terkena najis.
Orang yang irkha’ tidak aman dari najis. Kemungkinan besar najis dapat menempel atau mengenai kainnya tanpa dia sadari. Rasulullah saw bersabda,

“Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan.” Dalam lafazh lain, “Lebih suci dan bersih” (Hr.Tirmidzi dalam Kitab Syama’il, halaman 97. Musnad Imam Ahmad, Juz V, hadis nomor 364, dishahihkan oleh al-Albani r.hu dalam Mukhtashar Syama’il Muhammadiah, halaman: 69).

Juga, dalam satu riwayat diceritakan, dari sahabat Abu Hurairah r.hu, dia menceritakan bahwa ada seseorang yang shalat dalam keadaan jarra. Maka, Rasulullah saw mengatakan padanya, “Pergilah dan berwudhulah!”
Orang itu pun pergi berwudhu. Lalu, datang kembali. Rasulullah saw mengatakan lagi, “Pergilah dan berwudhulah!”
Maka, ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau perintahkan dia untuk berwudhu?”
Beliau pun tidak mengatakan apa-apa lagi. Kemudian, beliau bersabda,

“Sesungguhnya dia tadi shalat dalam keadaan memanjangkan kainnya. Sesungguhnya Allah tidak menerima shalat seseorang yang memanjangkan kainnya” (Hr.Abu Dawud dalam Sunan-nya, nomor 638 dan 4086, dishahihkan oleh asy-Syaikh Ahmad Syakir r.hu dalam Tahqiq wa Ta’liq terhadap al-Muhalla Ibnu Hazm r.hu, Juz IV, hadis nomor 102).

Ibnul Qayyim r.hu mengatakan, “Sisi pendalilan hadis ini –wa-llahu a’lam– bahwasanya jarra (irkha’) merupakan perbuatan maksiat. Setiap orang yang melakukan maksiat diperintahkan untuk berwudhu serta shalat, karena wudhu akan memadamkan apa yang terbakar oleh maksiat” (Tahdzibus Sunan, Juz VI, halaman 50).

4. Menyerupai perempuan.
Memanjangkan pakaian kalau bagi perempuan malah disyari’atkan bahkan wajib. Kaum perempuan tidak diperkenankan menampakkan anggota tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang irkha’ berarti mereka telah menyerupai perempuan dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas, berdasarkan hadis dari sahabat Ibnu Abbas r.hu, ia berkata,

“Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki” (Hr. Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi 2785, dan Ibnu Majah 1904).

Imam Thabari r.hu berkata, “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai perempuan di dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya” (Fathul Bari, Juz II, halaman 521).
Dari Kharsyah bin Hirr berkata, “Saya melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan sinjarnya lewat di hadapannya. Maka, Umar menegurnya seraya berkata, “Apakah kamu orang yang haidh?”
Pemuda tersebut menjawab, “Wahai amirul mukminin, apakah laki-laki itu mengalami haidh?”
Umar menjawab, “Lantas mengapa kamu melabuhkan sinjarmu melewati kaki?”
Kemudian, Umar minta diambilkan guting. Lalu, memotong bagian sinjar yang melebihi kedua kakinya.”
Kharsyah berkata, “Seakan-akan saya melihat benang-benang di ujung sarung itu” (Hr.Ibnu Syaibah, Juz VIII, nomor 393, dengan sanad yang shahih, lihat al-Isbal Lighairil Khuyala, halaman 18).

Oase Pencerahan
Apabila mau belajar hadis tentang isbal dari banyak sumber. Maka, akan ditemukan titik temu mengenai batasan isbal. Yaitu, mulai dari setengah betis sampai mata kaki.
Jadi, memakai celana sampai mata kaki itu boleh. Bahkan, dibawah mata kaki asal tidak sampai irkha’ (menyeret kain ke tanah meski tidak ada niat sombong, red).
Silahkan berbeda pendapat, sehinga ada yang bercelana cingkrang, setengah cingkrang, atau sebatas mata kaki. Itu sah-sah saja. Yang penting di dalam hati jangan sampai ada rasa sombong dengan mengatakan bahwa pendapatnya atau kelompoknya yang paling benar. Ini tanda jika hati orang itu sedang terjangkiti penyakit. Yakni, sombong, ujub, dan membanggakan kelompok.
Apabila masalah-masalah seperti itu selalu diangkat kepermukaan di kehidupan kaum muslimin-mukmin. Kaum zionis yang bertepuk tangan sorak sorai. Seperti dinyatakan dalam Protokol mereka, “Biarkan kaum agamis saling mengafirkan satu sama lain. Sementara kita melenggang-kangkung mengusai dunia.”
Betapa indah kehidupan kaum muslimin-mukmin dengan beragam model berpakaian. Khususnya kaum lelaki muslim-mukmin, ada yang cingkrangnya setengah betis, mendekati betis, dan tepat dengan kedua mata kaki. Mereka semua saudara kita telah meyakini apa-apa yang dikerjakan memang memiliki sandaran masing-masing. Mereka semua berpedoman pada dalilnya masing-masing, ya biarkan saja. Indah mozaik khazanah itu jika dinikmati dengan ilmu yang: Luas; Luwes; dan Mendalam (LLM). Sehingga semua perbedaan dalam tubuh umat Islam dapat disikapi dengan Cara Berpikir yang elegan lagi positif. [ ]

1 comment:

  1. ORANG ALIM NGOMONG AGAMA SEENAK E DEWE..... NGACA DEH KLW MASALAH AGAMA ORG TOLOL KAYAK KITA INI GAK USAH NGOMONG AGAMA KESANNYA DIPAKSAIN..... TANYA NO AMA YG EMANG BERPENAMPILAN JUBAHAN KLW ORG YG PENUH MAKSIAT KAYAK KITA INI APALAGI ENTE PENAMPILAN FUNGKY SUWITO MAAF DEH TAMBAH RUSAK UMAT ISLAM, KAGAK JELAS AGAMA ENTE ASAL MAIN COMOT TRUS MAU JADI USTADZ DI BLOG...... TAMBAH HANCUR AGAMA INI DGN ORG2 KAYAK ENTE MAKIN BANYAK YG RUSAK KAYAK ANE TAPI GAK ASAL COPAS ARTIKEL TRUS SEOLAH2 ULAMA, KLW TEMAN GW YG ALIM GW PERCAYA TAPI KLW ENTE PUIHHHHHHHHHHH JAUH DARI ALAIM DAHHHH JGN SOK ALIM YACHHHHHHHHHHHHHHH

    ReplyDelete