Saturday, September 18, 2010

Keutamaan Berjabat Tangan

عَنْ أَبِي دَاوُدَ رَضِيَ اللهُ عنهُ قَالَ: لَقِـيَنِي اْلبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ، فَأَخَذَ بِـيَدِي وَصَافَحَنِي، وَضَحِكَ فِي وَجْهِي، ثُمَّ قَالَ: أَتَدْرِي لَمْ أَخَذْتُ بِـيَدِكَ؟ قُلْتُ: لاَ، إِلاَّ أَنَّـنِي ظَنَـنْتُ أَنَّكَ لَمْ تَفْـعَلْهُ إِلاَّ لِخَـيْرٍ، فَقَالَ: إِنَّ النَّـبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِـيَنِي فَفَعَلَ بِي ذَلِكَ، ثُمَّ قَالَ: أَتَدْرِي لَمْ فَعَلْتُ بِكَ ذَلِكَ؟ قُلْتُ: لاَ، قَالَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
﴿ إِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ إِذَا الْتَقَيَا وَتَصَافَحَا وَضَحِكَ كُلُّ مِنْهُمَا فِي وَجْهِ صَاحِبِهِ، لاَ يَفْعَلاَنِ ذَلِكَ إِلاَّ للهِ، لَمْ يَـتَفَرَّقَا حَـتَّى يُغْـفَرَ لَهُمَا ﴾
Diriwayatkan dari Imam Abu Dawud r.hu telah berkata, “Suatu ketika al-Bara’ bin Azib menemuiku dan ia memegang tanganku serta menyalamiku. Dia tersenyum kepadaku, kemudian berkata, “Tahukah Anda, kenapa aku memegang tangan Anda?”
Aku menjawab, “Tidak, tetapi aku mengira bahwa kamu tidak akan melakukan itu kecuali untuk tujuan kebaikan.”
al-Bara’ berkata, “Rasulullah saw telah menemuiku dan melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan tadi. Kemudian, Rasulullah bertanya, “Tahukah kamu, kenapa aku melakukan ini?”
Aku (al-Bara’) menjawab, “Tidak.” Beliau kemudian bersabda,

“Sesungguhnya dua orang muslim, jika bertemu keduanya, berjabatan tangan dan tersenyum satu sama lain hanya semata-mata karena Allah, melainkan keduanya sudah diampuni sebelum berpisah.”

Kedudukan Hadis
Hadis di atas diterangkan dalam kitab Majma'uz Zawa’id wa Manba'ul Fawa’id, bab as-Salam 'Inda Dukhulil Manzil, Juz III, halaman 378; Majma’uz Zawa’id, Juz VIII, halaman 37. Imam Thabrani dalam Kitab-nya, Juz XVI, halaman 421, nomor hadis 7845. Dan, dalam Kitab al-Matjarur Rabih, bab Tsawabul Mushafahah, nomor hadis 1713.

Kunci kalimat (Miftāhul Kalām)
﴿ إِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ إِذَا الْتَقَيَا وَتَصَافَحَا وَضَحِكَ كُلُّ مِنْهُمَا فِي وَجْهِ صَاحِبِهِ ﴾
“Sesungguhnya dua orang muslim, jika bertemu keduanya, berjabatan tangan dan tersenyum satu sama lain hanya semata-mata karena Allah.”

Berjabat tangan memiliki keutamaan di kehidupan sosial-intuisional kaum muslimin-mukmin, di antaranya:

1. Terampuni dosa yang saling berjabtan tangan.
Sahabat Salman al-Farisi r.hu meriwayatkan Rasulullah saw bersabda,

“Apabila seorang muslim bertemu denga saudaranya, lalu berjabat tangan. Niscaya akan berguguran dosa-dosa mereka berdua sebagaimana dedaunan kering berguguran yang ditiup angin. Dan, jika tidak akan berguguran, maka dosa-dosa mereka berdua akan diampuni walaupun sebanyak buih di lautan” (Hr.Thabrani).

2. Melahirkan rasa kasih sayang.
‘Atha’ al-Khurasani r.hu meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda,

“Berjabat tanganlah, niscaya akan menghilangkan kedengkian. Saling memberi hadiahlah, niscaya itu akan membuahkan kasih-sayang dan akan membuang rasa permusuhan” (Hr. Malik).

3. Ciri orang berhati lembut.
Ketika penduduk Yaman datang, Nabi saw bersabda,

“Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.”

Sahabat Anas bin Malik r.hu berkomentar tentang sifat mereka, “Mereka adalah orang yang pertama kali mengajak untuk berjabat tangan” (Hr.Ahmad, dishahihkan Syaikh al-Albani r.hu).

Pemahaman Hadis
1. Innal muslimina idzal taqaya. Artinya, sungguh orang-orang Islam jika bertemu.
Ada tatakrama yang harus dilakukan jika seorang muslim-mukmin bertemu di antara mereka. Di antaranya: Bermuka manis (tersenyum); Mengucapkan salam; Berjabatan tangan; Saling memberikan nasehat; dan Saling mendoakan ketika berpisah. Nabi saw bersabda,

“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, jalinlah hubungan kekerabatan, dan kerjakanlah shalat di waktu malam ketika orang-orang sedang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan damai” (Hr.Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Allah ta’ala berfirman,

“Do'a mereka di dalamnya ialah, “Subhānaka-llāhumma”, dan salam penghormatan mereka ialah, “Salām”. Dan, penutup doa mereka ialah, “Alhamdulilāhi Rabbil 'ālamīn”. (Qs.al-Ahzab [33]: 44).

2. Tashafaha. Artinya, saling berjabatan tangan.
Yang diperbolehkan untuk saling berjabatan tangan, adalah mereka yang diperbolehkan oleh syara`. Tidak setiap orang diperbolehkan berjabatan tangan. Ini harus dipatuhi dan terus dikampanyekan. Supaya ada Kecerdasan Motivasi untuk meninggalkan perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Berjabat tangan adalah kebiasaan para sahabat Nabi saw. Dari Abul Khaththab Qatadah r.hu, dia berkata, “Saya katakan kepada sahabat Anas r.hu, “Apakah jabat tangan itu ada pada para sahabat Nabi saw?” Dia menjawab, “Ya” (Hr. Bukhari).

Nabi saw apabila melepas kepergian salah satu sahabatnya. Beliau menjabat tangannya, kemudian mendoakannya. Berkata sahabat Abu Hurairah r.hu dan sahabat Ibnu Umar r.hu, “Nabi saw apabila melepas kepergian seseorang [beliau mengambil tangannya lalu] berkata [mendoakannya],
عَمَلِكَ وَخَوَاتِيْمَ وَأَمَانَتَكَ دِيْنَكَ اللهَ أَسْتَوْدِعُ
“Aku titipkan amal pamungkasmu, amanahmu, dan agamamu kepada Allah.” Syaikh al-Albani r.hu berkata, “Lalu orang yang mau bepergian menjawab,
وَدَائِعُهُ تَضِيْعُ لاَ الَّذِي اللهَ أَسْتَوْدِعُكَ
“Aku titipkan engkau kepada Allah yang tidak akan hilang (tersia-siakan) barang titipannya.”

3. Dlahika. Artinya, saling tersenyum.
Seseorang yang apabila bertemu orang lain tersenyum dengan ikhlas. Itu menunjukkan bahwa di dalam diri orang tersebut adalah sehat. Hatinya sehat. Jiwanya sehat. Ruhnya sehat. Dengan demikian dapatlah dipahami, bahwa dinul Islam senantiasa mengajarkan kepada kaum muslimin-mukmin untuk selalu hidup: Sehat; Sejahtera; dan Bahagia (SSB).
Seseorang yang tidak dapat terenyum kepada orang lain, boleh jadi dia termasuk salah seorang yang: Sakit; Menderita; dan Sudah. Nabi saw bersabda,

“Senyum yang engkau berikan kepada saudaramu adalah sedekah; anjuranmu untuk berbuat baik adalah sedekah; laranganmu dari berbuat mungkar adalah sedekah; menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat adalah sedekah, membuang batu, tulang, atau duri dari jalan adalah sedekah; mengisi ember saudaramu adalah sedekah” (Hr.Tirmidzi dan Ibnu Hibban, dari sahabat Abu Dzar r.hu).

4. La yaf’alani dzalika illa lillah. Artinya, tidaklah keduanya mengerjakan hal itu semata mencari ridla Allah.
Semua yang dilakukan semata karena menghendaki untuk mendapatkan ridla-Nya. Inilah dasar yang sangat penting yang mendasari setiap aktivitas yang dilakukan seirang muslim-mukmin.

5. Lam yatafarraqa hatta yughfara lahuma. Artinya, tidaklah berpisah keduanya hingga mendapatkan ampunan keduanya dari sisi Allah ta’ala.
Luar biasa. Seorang muslim-mukmin atau muslimah-mukminah saling bertemu. Lalu, menunaikan adab pertemuan yang dirahmati tersebut sebagai salah satu media tazkiah yang hebat. Yakni, menjadikan seorang muslim-mukmin hatinya lembut-lagi santun dan mendatangkan ampunan di sisi-Nya. Yang jelas, seseorang yang melakukan kontak atau komunikasi, di antara mereka akan terjadi sirkulasi rizeki dari Allah ta’ala; insya Allah.

Pembelajaran Sifat (Character Learning)
Alhamdulillah bangsa Indonesia diakui sebagai bangsa paling murah senyum di dunia. Predikat ini disampaikan oleh AB Better Business yang berbasis di Swedia pada 8 April 2009.
Siaran pers lembaga itu menyatakan, berdasarkan hasil survei The Smiling Report 2009, Indonesia adalah negara paling murah senyum di dunia dengan skor 98%.
Untuk kemurahan menebar salam, skor Indonesia sejajar Hongkong sebesar 98%.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
a. Biasakan mendahului mengucapkan salam.
b. Biasakan mengajak berjabatan tangan lebih dahulu.
c. Miliki selalu wajah yang murah senyum.
d. Senang mendoakan orang lain.
e. Berpikir Positif kepada orang lain.

Oase Pencerahan
Seorang muslim hendaklah menjadi medan magnet yang dapat mempengaruhi bukan dipengaruhi. Dan, menjadikan dinul Islam sebagi acuan jaman, bukan sebaliknya dinul Islam yang harus menyesuaikan jaman. Mengajak kemakrufan dan menjahui kemungkaran ini adalah tugas pokok kaum muslimin dan merupakan ciri masyarakat Islam.
Jadikanlah senyum dan jabat tangan sebagai habits seorang muslim-mukmin. Imam Nawawi r.hu berkomentar, “Mencium tangan seseorang karena sifat zuhudnya, shalih amalnya, mulia sikapnya dalam menjaga diri dari dosa, atau sifat keagamaan yang lainnya; adalah satu hal yang tidak makruh; bahkan dianjurkan. Akan tetapi jika mencium tangan karena kayanya, kekuatannya, atau kedudukan dunianya adalah satu hal yang makruh dan sangat dibenci. Karenanya, Abu Sa’id al-Mutawalli r.hu berpendapat, “Tidak boleh”.” (Fathul Bari, al-Hafizh Ibn Hajar 11/57).
Jika seorang muslim-mukmin menginginkan hidup yang lebih berkah, hendaknya dalam beramal memenuhi beberapa hal: 1.Niat dalam beramal harus benar; 2.Cara dalam beramal harus benar; dan 3.Akibat, dampak dan pengaruh dari amalnya harus benar.
Jika ketiganya ini dilakukan maka kehidupan seorang muslim-mukmin akan membawa keberkahan. Jika salah satunya saja tidak ada maka tinggalkanlah semata karena Allah swt. Allah swt berfirman,
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahui” (Qs.al-Baqarah [2]: 42). [ ]

No comments:

Post a Comment