Saturday, September 18, 2010

Jangan Malas!

عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ  قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:

﴿ أَنَّ رَجُلاً مِنَ اْلأََنْصَارِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ فَقَالَ أَمَا فِي بَيْتِكَ شَيْءٌ قَالَ بَلَى حِلْسٌ نَلْبَسُ بَعْضَهُ وَنَبْسُطُ بَعْضَهُ وَقَعْبٌ نَشْرَبُ فِيهِ مِنَ الْمَاءِ قَالَ ائْتِنِي بِهِمَا قَالَ فَأَتَاهُ بِهِمَا فَأَخَذَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ مَنْ يَشْتَرِي هَذَيْنِ قَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍ قَالَ مَنْ يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا قَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمَيْنِ فَأَعْطَاهُمَا إِيَّاهُ وَأَخَذَ الدِّرْهَمَيْنِ وَأَعْطَاهُمَا اْلأَنْصَارِيَّ وَقَالَ اشْتَرِ بِأَحَدِهِمَا طَعَامًا فَانْبِذْهُ إِلَى أَهْلِكَ وَاشْتَرِ بِالآخَرِ قَدُومًا فَأْتِنِي بِهِ فَأَتَاهُ بِهِ فَشَدَّ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُوْدًا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ لَهُ اذْهَبْ فَاحْتَطِبْ وَبِعْ وَلاَ أَرَيَنَّكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا فَذَهَبَ الرَّجُلُ يَحْتَطِبُ وَيَبِيْعُ فَجَاءَ وَقَدْ أَصَابَ عَشْرَةَ دَرَاهِمَ فَاشْتَرَى بِبَعْضِهَا ثَوْبًا وَبِبَعْضِهَا طَعَامًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تَجِيءَ الْمَسْأَلَةُ نُكْتَةً فِي وَجْهِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَصْلُحُ إِلاَّ لِثَلاَثَةٍ لِذِي فَقْرٍ مُدْقِعٍ أَوْ لِذِي غُرْمٍ مُفْظِعٍ أَوْ لِذِي دَمٍ مُوجِعٍ ﴾
Dari Hakim bin Hizam r.hu, dia berkata, Rasulullah saw bersabda,

ada seorang dari suku Anshar datang menemui Nabi saw, lalu meminta kepada beliau. Maka beliau bersabda: “Adakah sesuatu di rumahmu?” dia menjawab, “Tentu, aku memiliki sebuah karpet yang kami pakai sebagiannya dan kami bentangkan sebagian lainnya dan gelas besar yang kami gunakan untuk meminum air”. Beliau bersabda, “Bawalah kedua barang itu kepadaku”. Lalu ia membawanya kepada beliau, lalu beliau mengambilnya dengan tangannya seraya bersabda, “Siapa yang mau membeli dua barang ini?”. Seseorang brkata, “Aku mau membelinya seharga satu dirham”. Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mau menambah menjadi dua dirham atau tiga dirham”. Seseorang berkata, “Aku mau membelinya seharga dua dirham” lalu beliau memberikan kedua barang tersebut kepadanya dan mengambil dua dirham tersebut dan memberikannya kepada orang anshar tersebut seraya bersabda, “Belilah makanan dengan satu dari dua dirham ini lalu berikan kepada keluargamu. Dan belilah sebuah kapak dengan satu dirham yang lain lalu bawalah kemari”, lalu dia datang dengan membawa kapak tersebut, Rasulullah saw pun memasang gagang pada kapak tersebut dengan tangannya kemudian bersabda, “Pergilah, carilah kayu bakar dan juallah. Dan sungguh aku tidak mau melihatmu selama lima belas hari”. Lalu ia melaksanakan perintah beliau dan dia datang dengan memperoleh sepuluh dirham, lalu dengan sebagian uang tersebut dia belikan kain dan sebagian yang lainnya dia belikan makanan. Maka Rasulullah saw bersabda, “Ini lebih baik bagimu daripada kamu datang dan meminta-minta yang menjadi noda hitam di wajahmu pada hari kiamat. Sesungguhnya meminta-minta tidak pantas kecuali bagi tiga orang: bagi orang fakir yang hina, atau orang yang memiliki kerugian yang berat, atau orang yang menanggung diyat si pembunuh”. (Takhrij Imam Ibnu Hajar al-Asqalani r.hu, Kitâb Targhib wa Tarhib, hadis nomor 240).

Kedudukan Hadis
Imam Abu Dawud r.hu meriwayatkan hadis ini dalam Kitab Sunan-nya bâb Mâ Tajûzu fîhîl-Mas`alah, Juz IV, hal.449, hadis nomor 1398. Sedangkan Imam Ibnu Majah r.hu meriwayatkan dalamSunan-nya bâb Bai’ul Muzâyadah, Juz VI, hal 439, hadis nomor 2189.

Kunci Kata (Miftâhul Kalâm)
﴿ اذْهَبْ فَاحْتَطِبْ وَبِعْ وَلاَ أَرَيَنَّكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا ﴾
“Pergilah, carilah kayu bakar dan juallah. Dan sungguh aku tidak mau melihatmu selama lima belas hari”.

Allah azza wa jalla teleh memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk berusaha di dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal itu menunjukkan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berpangku tangan dan bermalas-malasan serta hanya mengharapkan belas kasihan orang lain. Sebaliknya Allah menyukai orang yang suka bekerja keras.
Dari hadis di atas jelaslah bahwa Rasulullah saw sangat tidak menyukai perilaku meminta-minta. Sebaliknya, beliau saw memerintahkan untuk bekerja walau hanya dengan mencari kayu bakar. Saking cintanya kepada orang yang suka bekerja keras, sampai-sampai beliau saw mencium tangan sahabat Handzalah r.hu lantaran tangannya kasar karena digunakan untuk bekerja keras.
Rasulullah saw dan para nabi juga bekerja sebagaimana manusia lainnya. Bahkan, Rasulullah saw pernah menjadi buruh untuk menggembalakan domba dan berdagang, Nabi Musa as bekerja menjadi buruh di tempat Nabi Syuaib as selama 10 tahun, Nabi Zakaria as adalah seorang tukang kayu, dan Nabi Dawud tidak makan kecuali dari hasil usahanya sendiri.
Memang, rizeki seseorang telah ditetapkan oleh Allah sejak jaman azali. Akan tetapi, hal itu juga menuntutnya untuk berusaha mencari dan terus mencari rizeki tersebut. Dengan catatan tidak sampai melalaikan Allah di kehidupannya. Artinya, di dalam mencari karunia Allah tersebut, dia tidak melakukan sesuatu yang dilarang oleh-Nya, akan tetapi pencarian karunia tersebut tetap berjalan pada rel yang telah disyariatkan oleh Allah.
Karenanya, sangat memprihatinkan kalau ada orang yang bekerja keras sampai-sampai tidak mengenal waktu, berangkat pagi pulang malam, tidak merawat diri, tidak memperhatikan keluarga, bahkan ada yang sampai berani meninggalkan shalat lima waktu. Tetapi, nyatanya tidak menikmati hasil kerjanya, alias tidak ada keberkahan dalam usahanya.

Pemahaman Hadis
1. (يَسْأَلُهُ) Yas`aluhu.
Lafald yas`alu berasal dari kata sa`ala yang berarti meminta. Maksudnya sahabat Anshar itu datang kepada Rasulullah dan meminta sesuatu dari beliau.
2. (أَنْ تَجِيءَ الْمَسْأَلَةُ نُكْتَةً فِي وَجْهِكَ) an Taji`al mas`alatu nuktatan fi wajhika.
Lafadz tajî`a mengandung arti akan datang kepadamu. Sedangkan lafald nuktatan berarti noda hitam. Artinya, orang yang pekerjaannya semasa di dunia adalah meminta-minta. Maka, nanti di hari kiamat ia akan datang menghadap Allah dalam keadaan ada noda hitam di wajahnya. Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda, “Orang yang suka meminta-minta di dunia, akan datang menghadap Allah azza wa jalla dalam keadaan muka tanpa daging”
3. (لِذِي فَقْرٍ مُدْقِعٍ) li dzî faqrin mudfa’in.
Lafadz ini mengandung arti bahwa meminta-minta itu boleh dilakukan oleh orang fakir yang hina.
4. (لِذِي غُرْمٍ مُفْظِعٍ) li dzî ghurmin mufdhi’in.
Letak kata li dzî ghurmin mufdhi’in setelah terangkai dengan huruf wawu athâf. Hal ini menandakan bahwa orang yang menanggung kerugian yang besar juga diperbolehkan untuk meminta-minta.
5. (لِذِي دَمٍ مُوجِعٍ) li dzî damin mûji’in.
Letak kata li dzî damin mûji’in setelah terangkai dengan huruf wawu athâf. Hal ini menandakan bahwa orang yang menanggung diyat (denda) seorang pembunuh juga diperbolehkan untuk meminta-minta.

Oase Pencerahan
Allah azza wa jalla telah menyediakan langit dan bumi serta apa-apa yang berada di antara keduanya untuk manusia. Karenanya, sudah menjadi hukum alam (sunnatullah), barangsiapa yang berusaha untuk mencari karunia Allah tersebut niscaya ia akan memperolehnya. Sebaliknya, orang yang hanya berpangku tangan dan tidak mau berusaha niscaya ia tidak akan mendapatkan apa-apa.
Sebagai umat Nabi Muhammad saw, umat yang telah mendapatkan kemuliaan dari sisi-Nya. Hendaknya kita terus-menerus berusaha dengan sekuat tenaga untuk melakukan Pembelajaran Sifat dan Perubahan Perilaku. Sehingga kita CC 100% dengan perilaku suka bekerja keras. Sekalipun itu berat! Ingatlah pesan Allah azza wa jalla dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Qs.ar-Ra’du: 11)

Pembelajaran Sifat (Character Learning)
Kisah di atas adalah sebuah pembelajaran sifat oleh Rasulullah saw kepada kita. Bagaimana bencinya beliau dengan perbuatan meminta-minta, walaupun dilakukan oleh orang yang kekurangan akan tetapi ia masih mampu bekerja. Yang dilakukan oleh Rasulullah dalam menghadapi orang yang demikian adalah memberikan pemahaman agar ia mau bekerja keras guna mencukupi kebutuhan keluarganya. Beliau menyuruh untuk membeli kapak agar bisa digunakan untuk mencari kayu bakar kemudian kayu tersebut dijual. Rasulullah saw juga mengancam sahabat anshar tersebut agar tidak menemui beliau selama 15 hari. Hal tersebut dilakukan agar sahabat tersebut bisa merubah cara berpikirnya. Dari yang semula hanya mengharapkan belas kasihan orang lain menjadi orang yang suka bekerja keras.
Rasulullah saw memberikan contoh kepada umatnya. Bahwa beliau saw dan para sahabatnya juga bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.
Dari kisah tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa Rasulullah saw adalah pekerja keras. Padahal kalau mau, bisa saja Beliau saw meminta langsung kepada Allah. Akan tetapi, hal tersebut tidak beliau lakukan semata memberikan pembelajaran sifat kepada umatnya agar mereka mau bekerja keras dan tidak berpangku tangan.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Jangan menjadi pemalas dan peminta-minta karena akan menjadi noda hitam di hari kiamat.
2. Jadilah orang yang suka bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidup.
3. hafalkan doa ini sebagai doa keseharian,
ااَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada Mu dari sifat lemah dan malas”
4. Contohlah Rasulullah dalam segala hal. Sebab, beliaulah orang yang patut dijadilan teladan dalam kehidupan sehari-hari. Dikarenakan, kehidupan beliau sesuai dengan wahyu dan pasti diridlai Allah azza wa jalla.
5. CC 100% dengan setiap hadis shahih yang telah kita baca, dengar, catat, dan hafal. Sebab, dengan berperilaku seperti itu Allah swt akan membahagiakan hidup kita; isnya Allah. []

Penyakit Wahn Yang Semakin Merajalela

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:﴿يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ﴾
Dari sahabat Tsauban r.hu berkata, “Telah bersabda Rasulullah saw,

"Hampir saja bangsa-bangsa berkumpul menyerang kalian sebagaimana mereka berkumpul untuk menyantap makanan di nampan. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kami pada saat itu?” Beliau menjawab, “Bahkan pada saat itu jumlah kalian banyak, tetapi kalian seperti buih, buih di atas lautan. Sungguh Allah benar-benar akan mencabut rasa takut pada hati musuh kalian dan sungguh Allah benar-benar akan menghujamkan pada hati kalian rasa wahn.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta kepada dunia dan takut mati”.

Kedudukan Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam Sunannya pada bab Fi Tada’al Umam alal Islam juz XI halaman 371 hadis nomor 3745. Dalam Musnadnya, Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini dalam bab Wa min Haditsi Tsauban r.hu juz 45 halaman 378 hadis nomor 21363. Hadits ini adalah hadis shahih, marfu dari Rasulullah saw.

Kunci kalimat (Miftāhul Kalām)
﴿حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ﴾
“Cinta kepada dunia dan takut mati”

Hadis ini menggambarkan ramalan Rasulullah saw bahwa nanti pada suatu saat umat Islam akan terjangkiti suatu virus yang sangat berbahaya. Virus ini pula yang menjadi penyebab umat islam menjadi bulan-bulanan umat lain. Di mana kehidupan kaum muslimin saat itu sangat jauh dari nilai-nilai yang telah digariskan oleh Allah dan rasul-Nya. Dari hadits di atas tergambar bahwa tidak ada seorang pun sahabat yang menyangkal apa yang dikatakan Rasulullah saw. Mereka justru menanyakan lebih lanjut perihal kondisi umat Islam yang pada suatu masa, mereka tidak lagi dipandang, tetapi menjadi obyek pelecehan dan tindak kebrutalan. Bukan karena jumlah umat Islam yang sedikit, Virus atau penyakit yang bernama al-Wahn-lah penyebabnya. Yaitu kecintaan pada dunia secara berlebih dan takut akan kematian.

Pemahaman Hadis
Kaghusāis sail. Artinya, seperti buih di atas laut.
Jumlah umat islam yang kini mencapai kurang lebih 2 milyar dari penduduk bumi ternyata tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi gelombang serangan yang dilancarkan oleh para musuh islam. Baik serangan itu berupa Cara Berpikir, Budaya, Informasi dan lain sebagainya. Bahkan umat islam dijadikan sasaran pangsa pasar yang empuk. Produk-pruduk yang mereka ciptakan baik berupa teknologi maupun peralatan-peralatan hidup membanjiri pasar kaum msulimin. Akibatnya kaukm muslimin tidak bisa berbuat apa-apa. Selain menjadi umat yang konsumtif. Itu baru dalam satu bidang. Belum lagi uapaya mereka meracuni Cara Berpikir kaum muslimin agar semakin jauh dari nilai-nilai yang telah Alah dan rasul-Nya gariskan.
Dan bukankah gambaran Nabi saw dalam hadis di atas , bahwa posisi kaum muslimin bagai buih di lautan yang terombang-ambing oleh besarnya ombak laut telah menjadi kenyataan saat ini? Belum jelaskah peringatan insan termulia tersebut sehingga kita masih tidur pulas di tengah besarnya gelombang ombak yang terus menghantam kita sebagai umat islam?

Wala yanzaannaallah. Artinya, sungguh Allah akan mencabut.
Ketika kaum muslimin telah jauh dari nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya. Dan mereka begitu cintanya kepada dunia. Maka Allah akan mencabut rasa takut dari para musuh Islam. Kaum muslimin tidak lagi memiliki Haibah (harga diri). Kita bisa melihat sepak terjang para musuh Islam yang dengan entengnya sering mempermainkan kaum muslimin, seperti tuduhan Islam adalah agama teroris, penyerangan atas negara-negara Islam timur tengah. Kita menyaksikan saudara kita kaum muslimin di antaranya semenanjung Balkan –negeri yang pernah hidup sejahtera selama lebih dari 300 tahun– hingga kini belum lepas dari penderitaan akibat kekejaman pasukan Serbia. Peristiwa yang kurang lebih sama terjadi pula atas kaum muslimin di Chechnya, negara bagian Rusia.
Belum lagi kita berbicara tentang keadaan saudara-saudara kita se-iman lain di Jammu Kashmir, Pattani - Muang Thai, Moro - Philipina, dan perang saudara yang tidak kunjung usai di Afghanistan; juga keadaan kita - kaum muslimin di tanah air -yang masih dihimpit persoalan kemiskinan, kebodohan, penggusuran, ketimpangan sosial, ketidakadilan, krisis akhlak, kerusakan moral, pornografi dan sebagainya, makin menegaskan, umat Islam dalam keadaan amat mundur, tidak seperti yang diisyaratkan Allah dalam al-qur’an sebagai umat terbaik. Benarlah sinyalemaen dari Rasulullah saw 15 abad yang lalu bahwa pada suatu masa umat Islam yang jumlahnya lebih kurang dari 1,5 milyar dicabik-cabik bagai makanan oleh orang-orang rakus tanpa rasa takut. Dan umat tidak bisa berbuat apa-apa atas keadaan yang menimpanya.

al-Wahn. Artinya, Cinta dunia dan takut mati.
Cinta dunia atau hubuddunya adalah cinta berlebih kepada dunia. Cintanya pada dunia melupakan dirinya sebagai hamba Allah swt. Akibatnya larangan-larangan Allah swt tidak ladi diperhatikan. Tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme adalah contoh dari hubuddunya. Rasulullah saw dalam hadis lain mengatakan bahwa cinta dunia adalah sumber dari segala kesalahan. Sedangkan Utsman bin Affan mengatakan, ”Menggandrungi dunia itu kegelapan hati dan menggandrungi akhirat adalah cahaya hati.” Orang yang telah terjangkiti penyakit ini akan melakukan apa saja demi mencapai keinginannya mendapatkan harta, jabatan, kekuasaan dan segala hal yang berhubungan dengan kenikmatan dunia.
Lalu apakah dinul Islam melarang para pemeluknya untuk menjadi orang kaya? Sama sekali tidak. Islam mengajarkan kepada para pemeluknya untuk zuhud terhadap dunia. Dan ingat zuhud bukan berarti antipati terhadap dunia. Sebaliknya menempatkan dunia pada tempatnya. Dunia tidak sampai mengganggu dirinya dalam pengabdian kepada Allah swt. Orang yang zuhud tidak memandang segala hal berdsarkan materi. Sifat zuhud inilah yang sekarang telah luntur dari kaum muslimin di mana mereka selalu menilai segalanya berdasar pada materi. Sahabat-sahabat Nabi saw pun banyak yang menjadi saudagar-saudagar kaya. Tetapi kekayaan yang mereka miliki tidak dijadikan sebagai pemuas hawa nafsu sebalilknya menggunakan harta yang dianugerahkan oleh Allah kepada mereka sebagai sarana untuk ber-taqarrub kepada Allah. Dan saking hati-hatinya para sahabat Nabi saw terhadap kenikmatan dunia sampai sahabat Abu Bakar r.hu berdoa kepada Allah swt, “Ya Allah jadikanlah dunia ini ada di tangan kami dan bukan di hati kami.”
Karahiyatul maut atau takut mati merupakan buah dari sifat hubuddunya. Di mana kecintaan yang berlebih terhadap dunia membuat seseorang takut berpisah dari kehidupan dunia atau bahkan melupakan kematian yang merukan suatu kepastian dari Allah swt. Hal ini telah difirmakan oleh-Nya dalam alqur’an, ”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” ( Qs.al-Imran [3] : 185).
Maka memahami makna hidup di dunia dan kematian sangatlah penting bagi seorang muslim-mukmin untuk terhindar dari virus al-Wahn tersebut.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Buang- jauh-jauh sifat hubuddunya dan takut mati.
2. Pahami dengan baik dan benar makna kehidupan dan kematian.
3. Mari bangkit menjadi umat terbaik yang berjalan di bawah koridor Neraca Syari’at.

Oase Pencerahan
Tidak dijadikannya dinul Islam sebgai way of life dalam berbagai segi kehidupan merupakan faktor utama kemunduran Umat islam dewasa ini. Umat telah kehilangan kemuliaannya. Seharusnya umat Islam bisa tampil mangatur kehidupan manusia di dunia secara keseluruhan bukan yang diatur; tampil memimpin bukan yang dipimpin. Seharusnya umat Islam menguasai bukannya malah dikuasai. Secara faktual, potensi 1,2 milyar umat Islam demikian besar. Tetapi kenyataannya umat sebanyak itu berserak seperti buih, lemah tak bertenaga. Sumber daya alam yang ada juga tidak bermanfaat banyak demi kemajuan Islam. Umat tetap terbelakang, tercabik-cabik dan menjadi bulan-bulanan negara-negara besar seperti yang sekarang ini tengah terjadi. Apa yang bisa diperbuat untuk saudara kita di Palestina, Chechnya dan Bosnia? Demikian sulitnyakah mengusir Israel yang berpenduduk hanya sekitar 7 juta dari bumi Palestina? Bagaimana mungkin, umat yang jumlahnya semilyar lebih keok melawan negeri yang berpenduduk lebih sedikit dari kota Jakarta.
Tapi kalau kita renungkan secara mendalam, nasib buruk ini ternyata lebih karena keteledoran umat Islam sendiri; bukan karena musuh Islam. Umat Islam harus menyadari bahwa rumah mereka sendirilah dalam keadaan lemah, tak terpelihara kesehatannya, sehingga tatkala penyakit datang mudah sekali ia berkembang dan membikin lumpuh tubuh yang seharusnya kuat itu. Kita hanya dibuat sibuk dengan masalah-masalah yang sepele, tentang rokok, shalat subuh pakai qunut atau tidak, beduk dan masalah-masalah khilafiah lainnya. Betapa menyedihkannya jika hal-hal sepele seperti itu harus mengorbankan persaudaran tanpa tepi sebgai sesama kaum muslimin-mukmin. Tentu para Zionis dan musuh-musuh islam akan tertawa lebar melihat keadaan kita yang demikan itu. Sebab harapan mereka untuk memecah-belah kaum muslimin dari dalam berhasil. Jika sudah begitu siapa yang dirugikan?
Maka setelah mengetahui hadis ini. Kita rapatkan shaf-shaf persaudaraan kita guna menuju kebangkitan Islam. Mari kita buktikan kepada dunia bahwa umat Islam masih mampu bangkit dari keterpurukkannya. Kita buktikan bahwa Islam adalah agama rahmat bagi semesta alam. Kita buktikan bahwa Islam adalah peradaban maju yang siap mengadopsi semua sarana kemajuan teknologi jaman digit ini. Kita buktikan kepada Iblis dan tentaranya bahwa mereka hanya bisa menggoda sebagian orang yang dalam Islam memang menjadi sampah dan kendala kemajuan diberikan rahmat oleh Allah. Islam adalah rahmat Allah. Hanya orang yang tidak mengaku Islam yang masih menjadi teman setan. Orang muslim-mukmin sepatutnya tidak lagi mengidap penyakit wahn, cinta dunia dan takut mati. Wa-allahu ’alam.

Orang Kaya Yang Sebenarnya

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ﴿لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ﴾

Dari sahabat Abu Hurairah r.hu, dari Nabi saw beliau bersabda,

”Tidak disebut kaya karena banyak hartanya, tetapi yang disebut kaya (yang sebenarnya) adalah kekayaan jiwa.”

Kedudukan Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya pada bab al-Ghina Ghinan Nafs, juz XX halaman 79 hadis nomor 5965. Imam Muslim dalam bab Laisal Ghina an Katsratil Aradli, juz V halaman 268 hadis nomor 1741. Selain itu hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majjah, Ahmad, Thabrani, Baihaqi dan Ibnu Hibban.

Pemahaman Hadis
al-Ghina. Artinya, kaya.
Kaya dan miskin adalah fenomena yang diberikan Allah kepada manusia. Seperti hukum Tuhan yang lain, ada panas ada dingin, ada panjang ada pendek, ada cantik ada jelek, ada basah ada kering dan lain sebagainya. Kaya dan miskin hanyalah sebagian kecil dari fenomena tersebut. Namun demikian mengapa pembahasan miskin-kaya menyita banyak perhatian manusia? Apalagi manusia di jaman modern yang hedonis ini kaya dan miskin menjadi ukuran. Keberadaan materi menjadi patokan. Bagaimana konsepsi miskin kaya yang sesungguhnya menurut islam?
Menjadi orang kaya dengan banyak harta tentu menjadi impian banyak orang. Uang banyak, seluruh kebutuhan terpenuhi. Siapa yang tidak menginginkannya. Kebanyakan manusia selalu mengaitkan kaya dengan banyak uang. Punya mobil banyak, rumah besar, sering pulang pergi ke luar negeri dan hal-hal yang berbau materi keduniaan. Inilah Cara Berpikir yang salah. Sebagai seorang muslim-mukmin yang telah menjadikan al-qur’an dan hadis sebagai parameter kehidupan tentu tidak layak meeiliki Cara Berpikir seperti ini. Kekayaan yang hakiki terletak pada hati. Di mana kita selalu berpositif thinking terhadap Allah swt.

Katsratil aradli. Artinya, banyaknya harta.
Orang yang harta dan kekayaannya melimpah pasti bahagia? Belum tentu. Betapa banyak orang yang katanya kaya tapi kehidupannya tidak pernah puas sedikit pun. Padahal harta dunianya melimpah. Uang ada, mobil ada, rumah mewah, kedudukan tinggi. Tapi tak sedikit pun dari itu semua yang membawanya kepada ketenangan batin. Ia masih terus mencari apa yang belum ia raih. Hatinya masih terasa hampa karena ada saja yang belum ia raih.
Dalam sebuah hadis, Nabi saw menggambarkan manusia itu tidak akan pernah puas. Jika diberi selembah gunung berupa emas, ia pun masih mencari lembah yang kedua, ketiga dan seterusnya. Sampai dirinya masuk ke dalam kuburan sebagaimana difirmankan oleh Allah swt dalam al-qur’an,

”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk dalam kubur.”(Qs.at-Takatsur [102]: 1-2).

Cara Berpikir yang masih menganggap bahwa kaya itu identik dengan harta dan hal yang bersifat duniawiah harus dirubah. Nabi saw memberikan Pembelajaran Sifat (Character Learnig) yang sangat luar biasa kepada kita. Di mana Nabi saw membenahi Cara Berpikir sahabatnya yang masih pragmatis. Dikisahkan seorang sahabat Nabi saw, Abul ‘Abbas Sahal berkata, “Ada seorang laki-laki lewat di depan Nabu saw. Kemudian beliau berkata kepada sahabat yang duduk di sampingnya ‘Bagaimana pandanganmu tentang orang yang baru lewat itu?’ Sahabat itu menjawab, ‘Orang itu termasuk bangsawan. Demi Allah orang itu sangat pantas untuk diterima bila ia meminang dan bila ia memintakan bantuan niscaya akan berhasil.’ Rasulullah saw kembali bertanya kepada sahabatnya, ‘Bagaimana pandanganmu tentang orang yang baru lewat itu?’ Sahabat itu menjawab, ‘Wahai Rasullah, orang itu termasuk orang Islam yang fakir. Orang itu pantasnya bila meminang tidak diterima dan bila ia memintakan bantuan niscaya tidak akan berhasil dan bila ia berkata niscaya tidak akan didengar perkataannya itu.’ Rasullah saw bersabda, ‘Orang yang lewat kedua itu lebih baik daripada apa yang ada di dunia ini.”
Inilah pelajaran bagi kita bahwa kekayaan itu tidak hanya diukur dengan harta atau pun dengan kedudukan yang tinggi. Sebaliknya kekayaan itu ada di dalam hati kita masing-masing. Puas dengan anugerah dari Allah yang tentu akan membuat hidup yang Anda jalani akan lebih enjoy.

Ghinan Nafsi. Artinya, kaya hati.
Inilah kekayaan yang sesungguhnya. Yaitu ketika hati merasa qanaah dan ridla dengan anugerah dan segala ketetapan yang telah dikaruniakan oleh Allah. Orang yang mempunyai kondisi jiwa/hati seperti ini tidak begitu tamak untuk menambah harta dan ia tidak seperti orang yang tidak pernah letih untuk terus menambahnya. Kondisi orang semacam inilah yang disebut ghani (yaitu kaya yang sebenarnya).
Karakter semacam inilah yang dibangun oleh Rasulullah kepada para sahabatnya, sehingga tidak mudah bagi mereka untuk menengadahkan tangan, meminta-meminta bantuan orang lain, sekalipun mereka dalam kesusahan. Sebab Hati mereka puas ridla dengan apa yang telah Allah berikan. Nabi saw bersabda,

”Dan puaslah akan bagian yang telah Allah berikan untukmu, maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya” (Hr.Bukhari)

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Jadilah orang yang kaya. Ingat! kaya bukan berarti banyak harta.
2. Ridla dan qanaah-lah terhadap apa yang telah diberikan Allah kepada Anda. Niscaya hidup Anda akan SSB.
3. Hindari ketergantungan terhadap makhluk. Sebaliknya bergantunglah mutlak hanya kepada Allah swt.
4. Pahami hakikat kaya dengan baik dan benar.

Oase Pencerahan
Dinul islam tidak melarang para pemeluknya untuk kaya harta. Akan tetapi sebaliknya memberikan pembelajaran bahwa harta bukan segalanya untuk mencapai kemuliaan. Kemuliaan tidak terletak pada orang itu kaya atau bukan. Tapi kemulian ada dalam jiwa-jiwa yang mempunyai rasa iman dan taqwa kepada Rabb-nya.
Jika kita mau menengok sejarah, betapa sosok-sosok seperti para nabi, khususnya Nabi Muhammad saw juga para sahabat beliau, seperti Abu Bakar, Umar ibnul Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Bilal bin Rabbah, Abu Dzaral-Ghifari. Juga para pejuang Islam setelah itu, seperti Umar bin Abdul Aziz atau Shalahuddin al-Ayyubi adalah pribadi-pribadi yang menghiasi diri dengan Iman dan Takwa dalam segala aspek kehidupannya. Tak salah jika beliau-beliau di atas menjadi sosok yang sangat mengagumkan dan dikenang sepanjang sejarah.
Ketika iman dan takwa telah dimiliki seorang hamba tidak akan ada yang merasa dirinya miskin harta apalagi sampai meminta-minta kepada makhluk. Meskipun dirinya tidak punya harta yang melimpah. Karena dengan iman dan takwa yang dimilikinya telah menjadikan dirinya ridla terhadap pemberian Allah. Imam Syafi’i dalam syairnya mengatakan, ”Kulihat puas itu pangkal kaya, karena itu kupegang teguh ekornya. Maka siapa pun tahu, kalau aku tidak menerjuninya. Dan siapa pun tahu, kalau aku tidak menggelutinya. Sebab itulah aku kaya tanpa uang. Sebab itu pula, aku bebas bergerak bagai seorang raja.”
Anda ingin menjadi kaya harta? Tidak ada larangn untuk itu. Walaupun juga tidak ada anjuran untuk keinginan seperti itu. Namun hendaknya kita memperbaiki keinginan itu menjadi ingin kaya karena ingin bisa bersedekah. Hal ini sebagaimana dalam hadis Nabi tentang iri yang diperbolehkan, yaitu iri terhadap seorang mukmin yang kaya yang bisa berderma karena kekayaannya, dan iri tersebut muncul karena keinginan untuk berderma juga bukan karena yang lain.
Dan jika Anda ingin kaya tanpa kerja keras? Sebaiknya jangan. Tanamkanlah pada diri Anda bahwa untuk mencapai sukses di bidang apapun seseorang perlu bekerja keras. Untuk sukses di akhirat, seseorang perlu beramal dengan baik dan sungguh-sungguh. Untuk sukses di dunia juga demikian, perlu kerja keras. Kaya seperti di sinetron jangan menjadi mimpi, tapi bekerjalah dengan tekun agar menjadi orang kaya yang sebenarnya. Setelah kaya jangan pelit, karena sebagian harta itu ada bagian bagi orang-orang miskin di sekitar kita. dan ingat!! Yang paling penting adalah milikilah hati yang kaya.

Ingin Puasa Setahun Penuh? Puasa Syawal Aja!

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:﴿مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ﴾
Dari Sahabat Abu Ayyub al-Anshari r.hu bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda,

"Barangsiapa yang telah berpuasa Ramadlan kemudian mengikutinya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh”.

Kedudukan Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya pada bab Istihbabu Shaumi Sittati Ayyam min Syawwal juz VI halaman 66 hadis nomor 1984. Imam Timidzi dalam Sunannya pada bab Ma Jaa fi Shiyami Sittati Ayyam min Syawwal juz III halaman 227 hadis nomor 690. Imam Ahmad, Thabrani dan Baihaqi juga meriwayatkan hadis ini dalam kitab-kitabnya.

Kunci kalimat (Miftāhul Kalām)
﴿ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ﴾
“Kemudian mengikutinya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal”

Bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya Allah memberikan keistimewaan tersendiri dari bulan-bulan lain telah kita lalui. Selama satu bulan penuh kita telah dilatih dan dididik untuk bisa mengendalikan hawa nafsu. Keberhasilan ’pendidikan ruh’ yang ada di bulan Ramadlan dapat kita lihat pasca bulan Ramadlan. Adakah perubahan perilaku (Behavior Transformation) yang signifikansi dengan al-qur’an dan hadis atau tidak. Jika tidak ada berarti penggemblenngan selama satu bulan penuh di bulan Ramadlan tidak bisa merubah perilaku kita ke arah yang lebih baik lagi.
Bagi seorang muslim mukmin yang mengalami perubahan perilaku (Behavior Transformation) berarti dirinya telah berhasil menjalani pendidikan ruh yang ada di bulan Ramadlan. Dirinya sadar betul bahwa setelah Ramadlan inilah tantangan yang sebenarnya di dalam pengabdian kepada Allah swt. Sebab setelah bulan Ramadlan musuh utama manusia, yakni setan telah bebas berkeliaran kembali. Berkolaborasinya setan dengan hawa nafsu tentu akan menjadi kekuatan yang sangat mengerikan, yang siap menjerumuskan manusia ke dalam lembah kehinaan di dunia dan di akhirat.
Setelah Ramadlan berakhir kini kita telah masuk di bulan Syawal. Pada tanggal satu Syawal kemarin kita telah merayakan hari kemenangan. Di mana setelah menjalani puasa sebulan penuh, Allah swt memberi hadiah berupa Hari raya Idul Fitri. Yang di dalamnya diharamkan berpuasa. Akan tetapi setelah Hari Raya Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal. Dinul Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar melakukan puasa sunnah selama 6 hari di bulan ini.
Seperti sabda Rasulullah dalam hadis di atas bahwa keutamaan barangsiapa yang berpuasa Ramadlan kemudian mengikutinya dengan berpuasa 6 hari di bulan Syawal, maka seolah-olah dia seperti berpuasa selama satu tahun penuh. Hal ini tentu menjadi motivasi bagi seorang muslim-mukmin untuk menjalaninya dengan CC 100% mengikuti sunnah Rasulullah saw.

Pemahaman Hadis
Shama ramadlana. Artinya, puasa Ramadlan.
Puasa Ramadlan adalah puasa yang dilaksanakan pada pada bulan Ramadlan. Seperti kita ketahui, bulan Ramadlan adalah bulan di mana diwajibkannya berpuasa bagi orang-orang yang beriman. Hal ini seperti difirmankan oleh Allah swt dalam al-qur’an,

”Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa.”(Qs.al-Baqarah [2] ).

Pada bulan Ramadlan Allah swt melipatgandakan pahala kebaikan yang dikerjakan oleh seorang hamba. Pada bulan ini pula adala malam yang sangat istemawa yakni malam lailatul qadar yang nilai kebaikannya lebih baik dari seribu bulan.

Sittan min syawwal. Artinya, enam hari dari bulan Syawal.
Puasa 6 hari di bulan Syawal sangat dianjurkan. Hal ini berdasar pada hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy di atas. Cara mengerjakan puasa ini sebagaimana diterangkan oleh Imam Nawawi dalam Syarah muslim bahwa yang paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadlan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.
Dan Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqa’dah. Hal ini tidaklah mengapa. Kemudian jika seseorang yang masih mempunyai tanggungan puasa Ramadlan sebaiknya cepat diqodla puasa yang ditinggalkan selama bulan Ramadlan tersebut.
Bagi Anda yang mempunyai tanggungan puasa Ramadlan. Mungkin karena udzur syar’i Anda tidak dapat berpuasa pada bulan Ramadlan. Maka dahulukanlah untuk meng-qadha puasa Ramadlan yang Anda tinggalkan itu dari pada puasa sunnah syawwal. Setelah itu baru berpuasa sunnah syawal. Alasannya tentu saja perkara yang wajib harus diutamakan dari pada perkara sunnah. Selain itu kita bisa lihat dari hadis nabi saw di atas, ”Barangsiapa berpuasa Ramadlan”. Jadi apabila puasa Ramadlannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh. Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukannya dari mengqodha’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa.

Kashiyamid dahri. Artinya, seperti puasa setahun penuh.
Dalam hadis di atas Rasulullah saw memberikan informasi bahwa barang siapa mengerjakan puasa Ramadlan lalu mengikutinya dengan puasa sunnah Syawal seselama enam hari maka seolah-lah dia telah berpuasa sebulan penuh. Ini tentu menjadi motivasi bagi kita untuk terus memperbaiki puasa Ramadlan yang kita jalani kemudian mengerjakan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal dengan kualitas serupa. Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadlan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan) (Syarh Muslim, 4/186, Mawqi’ al-Islam, asy-Syamilah). Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah saw dalam hadis lain,

“Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. (Hr. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dari Tsauban –bekas budak Rasulullah saw. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih. Lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 1007)

”Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal.”(Qs. al-An’am [ ]:160).

Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan kebaikan yang paling minimal. (Fathul Qodir, asy-Syaukani, 3/6, Mawqi’ at-Tafaasir, asy-Syamilah dan Taisir al-Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, hal. 282, Muassasah ar-Risalah). Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Rasulullah saw. Sungguh luar biasa.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Berpuasa Ramadlan dengan baik dan benar.
2. Dahulukan meng-qadha’ puasa Ramadlan, dari pada puasa sunnah Syawal.
3. Jika Berpuasa Syawal usahakan secara berurutan, sebab itu yang lebih utama.
4. Kerjakan puasa sunnah Syawal semata karena Allah dan meneladani Rasulullah saw.

Oase Pencerahan
Puasa Ramadlan yang dirangkai dengan puasa sunnah Syawal menyamai pahala puasa selama setahun penuh. Karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepulah kali kelipatannya. Membiasakan puasa sunnah Syawal mempunyai banyak sekali manfaat antara lain: Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadlan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh. Kedua, puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawathib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardlu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi saw di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardlu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya di antaranya adalah dengan berpuasa sunnah Syawal. Ketiga, membiasakan puasa setelah Ramadlan menandakan diterimanya puasa Ramadlan, karena apabila Allah swt menerima amal seseorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan, "Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan sesuatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk, maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama. Keempat, merupakan bentuk dan manifestasi dari rasa syukur kepada Allah swt. Kelima, puasa enam hari di bulan Syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinyu dan bukan musiman saja, Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadlan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari ’ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci. Dan ini merupakan tanda berhasilnya pendidikan ruhaniah yang dijalani seorang hamba di bulan Ramadlan.
Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput. Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadlan dan memudahkan kita untuk menyempurnakannya dengan melakukan puasa Syawal. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Ajaibnya Seorang Mukmin

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :﴿عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ﴾

Dari sahabat Abdurrahman bin Abi Ya’la dari sahabat Shuhaib r.hu, dia berkata telah bersabda Rasulullah saw,

”Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.”

Kedudukan Hadis
Hadis ini merupakan hadis shahih dengan sanad sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Shuhaib dari Rasulullah saw, dan diriwayatkan oleh: Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab al-Zuhud wa al-Raqa’iq, Bab al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khair, hadis nomor 2999. Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam Musnadnya, yaitu hadis nomor 18455, 18360, 23406 & 23412. Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya, Kitab al-Riqaq, Bab al-Mu’min Yu’jaru Fi Kulli Syai’, hadis nomor 2777.

Pemahaman Hadis
’Ajaban. Artinya, menakjubkan.
Seorang mukmin oleh Rasulullah saw digambarkan sebagai seorang yang memukau dan mempunyai pesona yang tidak dimiliki oleh selain orang yang beriman. Pesona tersebut oleh Nabi saw dalam hadis di atas digambarkan dengan istilah ’ajaban’. Pesona berpangkal dari adanya positif thinking seorang mukmin. Ketika mendapatkan kebaikan, ia refleksikan dalam bentuk syukur terhadap Allah swt. Karena ia paham, hal tersebut merupakan anugerah Allah. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya. Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, ia akan bersabar. Karena ia yakin, hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang ada rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah swt. Dengan begitu jelaslah bahwa kehidupan seorang muslim-mukmin pasti enjoy di dalam menjalani kehidupan ini.

Inna amrahu kulluhu khair. Artinya, segala urusannya adalah baik baginya.
Bagi kaum mukmin-muslim tidak ada yang namanya kerupekan, kesengsaraan apalagi sampai mengeluh melebihi batas kewajaran. Entah itu saat dirinya mendapat nikmat atau pun musibah. Semuanya ia hadapi dengan enjoy. Ia serahkan semua urusannya kepada Allah swt. Maka tidak heran jika seluruh urusannya pastilah membawa seorang yang beriman semakin SSB (sehat, sejahtera dan bahagia) hidupnya. Jika tidak SSB, maka patutlah dipertanyakan kemukminannya.

Syakara. Artinya, bersyukur.
Kata syukur sepadan dengan kata al-hamdu bedanya kata syukur lebih dekat pada pengucapan rasa terimakasih terhadap nikmat yang telah Allah swt anugerahkan kepada seseorang, sementara kata al-hamdu merupakan ungkapan rasa terimakasih dalam bentuk umum. Para ulama mendefinisikan syukur sebagai ungkapan aplikatif dengan menggunakan segala apa yang dianugerahkan Allah swt sesuai dengan tujuan penciptaan anugerah itu. Karena itu syukur terbagai pada tiga bagian; syukur i’tiqodi (bersyukur dalam bentuk keyakinan), syukur qauli (bersyukur dalam bentuk ucapan) dan syukur ‘amali (bersyukur dalam bentuk perbuatan dan perilaku). Jadi untuk mensyukuri suatu nikmat secara sempurna, seseorang harus mengetahui terlebih dahulu untuk apa nikmat tersebut diciptakan dan dianugerahkan Allah swt. Misalnya, untuk apa mata, telinga, akal dan alam ini diciptakan Allah swt. Jika telah ditemukan jawabannya, maka gunakanlah nikmat itu sesuai dengan tujuan yang dimaksud.

Shabara. Artinya, bersabar.
Sabar merupakan istilah dalam bahasa Arab yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Berasal dari kata shabara, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi “shabran“. Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam al-qur’an,

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”(Qs.al-Kahfi [18]: 28)

Sedangkan dari segi istilah, sabar adalah pengendalian diri (menahan diri) dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.
Dalam al-qur’an dan hadis banyak berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri ada 103 kali disebut dalam al-qur’an, baik berbentuk isim maupun fi’ilnya. Sedangkan di dalam hadis banyak sekali sabda Rasulullah yang menggambarkan kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadis yang bertemakan sabar.
Dengan sifat sabar inilah seorang mukmin akan mencapai derajat yang mulia di sisi Allah swt. Sebagaimana difirmankan-Nya,

“…Dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Qs.al-Baqarah [2]: 177)

“Dan bersabarlah kamu karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.” (Qs.al-Anfal [8]: 46)

Begitu pula dengan hadis-hadis Nabi saw yang banyak berbicara mengenai keutamaan orang-orang yang bersabar.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Jadilah mukmin-muslim yang CC dengan neraca syari’at.
2. Hadapilah segala hal yang menimpa Anda dengan enjoy semata karena Allah.
3. Bersyukur ketika mendapat nikmat-Nya, sabar ketika menghadapi ujian dari-Nya. Maka beruntunglah kehidupan Anda.

Oase Pencerahan
Menjadi seorang mukmin adalah anugerah Allah swt yang tidak ternilai. Maka kita yang telah dianugerahi-Nya kemukminan harus terus menjaga anugerah itu. Jangan sampai hanya karena urusan-urusan dunia berani menggadaikan iman. Naudzubillah min dzalik.
Hidup di dunia memang tidak akan pernah lepas dari yang namanya ujian. Kadang ujian itu ringan, sedang dan kadang pula sangat berat. Semua itu bentuk kecintaan dan romantisme Allah kepada para hamba-Nya yang beriman. Semakin tinggi keimanan seorang hamba, maka semakin tinggi pula intensitas ujian dan cobaan yang diberikan oleh-Nya. Selanjutnya tinggal bagaimana seorang hamba menyikapi berbagai bentuk ujian tersebut. Sabar atau putus asa.
Bagi orang yang benar-benar beriman kepada Allah, tentu tidak ada dalam kamus kehidupannya yang namanya putus asa, sebab dirinya meyakini bahwa apa-apa yang menimpa dirinya adalah bersumber dari Dzat yang Maha-agung yakni Allah swt. Seorang mukmin akan selalu ber-positive thinking kepada Allah baik dikala mendapat nikmat maupun cobaan.
Sungguh sangat nikmat menjadi seorang mukmin. Sebab kehidupannya selalu membawa kepada kebaikan. Semoga Allah menganugerahi kita keimanan, keislaman dan ihsan yang terus meningkat. Yang ditandai dengan semakin menomor-satukan Allah, jujur dan ikhlas. Amiin.

Dinul Islam Itu Mudah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:﴿إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ﴾

Dari sahabat Abu Hurairah r.hu dia berkata, telah bersabda Rasulullah saw,

”Seusungguhnya Agama Islam itu mudah. Dan tidaklah seseorang itu melampaui batas dalam menjalankan agama ini kecuali akan kalah dengan sendirinya. Oleh karena itu berusahalah untuk mengamalkan agama ini dengan benar, dan kalau tidak bisa sempurna, maka berusahalah untuk mendekati kesempurnaan. Dan bergembiralah kalian dengan pahala bagi kalian yang sempurna walau pun amalan kalian tidak sempurna. Dan upayakan menguatkan semangat beribadah dengan memperhatikan ibadah di pagi hari dan di sore hari dan di sebagian malam (yakni waktu-waktu di mana kondisi badan sedang segar untuk beribadah).”

Kedudukan Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya pada bab ad-Dinu Yusrun juz I halaman 69 hadis nomor 38. Imam an-Nasa’i dalam Sunannya pada bab ad-Dinu Yusrun juz XV halaman 241 hadits nomor 4948. Imam Baihaqi meriwayatkan hadis ini dalam Sunannnya pada juz III halaman 18. Ibnu Hibban dalam kitabnya pada bab Ma Jaa fi Thaati wa Tsawabiha juz II halaman 193 hadis nomor 352. Lafadz hadis ini milik Imam Bukhari.

Pemahaman Hadis
ad-Din. Artinya, agama.
Agama yang dimaksud di sini adalah dinul Islam. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Yang dengan dinul Islam inilah Allah swt menyempurnakan agama-agama yang terdahulu. Dengan Islam pula, Allah menyempurnakan kenikmatan-Nya dan meridlai Islam sebagai din-Nya. Oleh karena itu tidak ada agama lain yang diterima di sisi-Nya selain dinul Islam.

Yusrun. Artinya, mudah.
Dinul Islam adalah agama yang mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam tidak pernah mempersulit atau memperberat pemeluknya, sebaliknya selalu memberi kemudahan. Allah swt berfirman,

”Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Qs.al-Baqarah [2]: 185)

”Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.” (Qs.al-Hajj: 78)

Hal ini dipertegas dengan sabda Rasulullah saw,

”Sesungguhnya Allah swt tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan sebagai seorang pengajar yang memudahkan.” (Hr. Muslim)

Visi misi Islam sebagai agama yang mudah di atas termanifestasi secara total dalam setiap syari’atnya. Sampai-sampai, Imam Ibnu Qayyim menyatakan, “Hakikat ajaran Islam semuanya mengandung rahmah dan hikmah. Kalau ada yang keluar dari makna rahmah menjadi kekerasan, atau keluar dari makna hikmah menjadi kesia-siaan, berarti itu bukan termasuk ajaran Islam.”
Ada beberapa prinsip yang menunjukkan betapa Islam merupakan agama yang mudah. Pertama, menjalankan syari’at Islam boleh secara gradual (bertahap). Dalam hal ini, seorang muslim tidak serta-merta diharuskan menjalankan kewajiban agama dan amalan-amalan sunnah secara serentak. Ada tahapan yang mesti dilalui: mulanya kita hanya diperintahkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok agama. Setelah yang pokok-pokok berhasil dilakukan dengan baik dan rapi, kalau punya kekuatan dan kesempatan, maka dianjurkan untuk menambah dengan amalan-amalan sunnah. Kedua, adanya anjuran untuk memanfaatkan aspek rukhshah (keringanan dalam praktek beragama). Aspek rukhshah ini terdapat dalam semua praktek ibadah, khususnya bagi mereka yang lemah kondisi tubuhnya atau berada dalam situasi yang tidak leluasa. Bagi yang tidak kuat shalat berdiri, dianjurkan untuk shalat sambil duduk. Dan bagi yang tidak kuat sambil duduk, dianjurkan untuk shalat rebahan. Begitu pula, bagi yang tidak kuat berpuasa karena berada dalam perjalanan, maka diajurkan untuk berbuka dan mengganti puasanya di hari-hari yang lain. Ketiga, Islam tidak mendukung praktek beragama yang menyulitkan. Disebutkan dalam sebuah riwayat, ketika sedang menjalankan ibadah haji, Rasulullah saw memerhatikan ada sahabat beliau yang terlihat sangat capek, lemah dan menderita. Maka beliau pun bertanya apa sebabnya. Ternyata, menurut cerita para sahabat yang lain, orang tersebut bernadzar akan naik haji dengan berjalan kaki dari Madinah ke Makkah. Maka RasululLah saw langsung memberitahukan, “Sesunguhnya Allah tidak membutuhkan tindakan penyiksaan diri sendiri, seperti yang dilakukan oleh orang itu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Akan tetapi kemudahan dalam Islam bukan berarti media untuk meremehkan dan melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan. Rukhshah tidak untuk dijadikan apologi, keringanan-keringanan dari Allah bagi kita jangan sampai membuat kita justru menjadi jauh dariNya. Karakter Islam sebagai agama yang mudah merupakan manifestasi nyata bahwa ajaran Islam bukanlah sekumpulan larangan yang intimidatif, melainkan ajaran yang mewedarkan kasih-sayang. Sehingga dengan demikian, ketika kita menjalankan ajaran-ajaran Islam, motivasinya bukan karena kita takut kepada Allah Swt., tapi lebih karena kita rindu dan ingin lebih dekat denganNya. Bukan karena kita ngeri akan nerakaNya, namun lebih karena kita ingin bersimpuh di haribaanNya –di dalam surga yang abadi.

Yusādda. Artinya, melampaui batas.
Melampui batas dalam menjalankan agama ialah melampaui batas dalam menjalankan yang sunnah sehingga meninggalkan yang wajib. Contohnya: orang yang semalam suntuk shalat malam sehingga menjelang shalat subuh dia tertidur karena kelelahan. Akibatnya dia tidak shalat subuh berjamaah di masjid atau bahkan shalat subuhnya setelah matahari terbit.

Ghalabahu. Artinya, mengalahkannya.
Yang dimaksud mengalahkannya di sini adalah amalan yang dilakukan seseorang sampai melebihi batas. Maka amalan tersebut pasti akan mengalahkannya. Artinya orang tersebut akan merasa berat dengan amalan itu sehingga dia cepat bosan dengannya dan kemudian meninggalkannya, bahkan meninggalkan pula amalan-amalan yang lainnya. Juga dalam makna ini ialah ketika seseorang meninggalkan rukhsah (kemudahan yang diberikan oleh agama) dan tetap menjalankan azimah (kemestian agama), maka dia dengan sebab itu akan terjatuh kepada kesulitan karena menjalankan agama dengan cara demikian. Seperti orang sakit yang diberi rukhsah oleh agama untuk bertayammum, tetapi dia tidak mau menggunakan rukhsah itu dan tetap menjalankan azimah, yaitu berwudlu sehingga sakitnya semakin parah karena berwudlu itu.

Waqāribū. Artinya, berusahalah untuk mengamalkan agama ini dengan benar.
Yang dimaksud mengamalkan agama dengan benar ialah mengamalkannya dengan tidak memberat-beratkannya dan tidak mengenteng-entengkannya. Tetapi di tengah-tengah di antara keduanya yaitu menjalankan yang wajib lebih diutamakan dari yang sunnah. Memanfaatkan rukhsah dan tidak mengabaikan azimah.
Imam Ibnu Hajar Asqalani dalam kitab fathul Baari menerangkan mengenai makna kata ini, ”Kalau kau tidak mampu beramal yang tidak mampu kau lakukan sebagaimana orang-orang mulia yang kau jadikan panutan maka dekatkan kepada amal itu walaupun tidak sepertinya.”

Waabsyirū. Artinya, dan bergembiralah.
Yakni tetaplah bergembira bahwa dengan berita bahwa pahala amalan kalian dilipatgandakan oleh Allah dan disempurnakan bila kalian beramal shalih terus-menerus dengan rutin walau pun amalan itu secara kuantitas sedikit. Jadi jangan lemah semangat ketika kenyataannya amalan kalian tidak sempurna dan sedikit karena kelemahan manusiawi yang ada pada kalian. karena yang terbaik dari amalan shalih itu ialah bila dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan pengamalannya sesuai dengan tuntunan Nabi saw dan lagi amalan itu dilakukan terus-menerus dengan rutin.

Istaīnū. Artinya, mintalah pertolongan.
Rasulullah saw menekankan kepada umatnya supaya CC 100% dengan doa. Yakni memperbanyak doa untuk memohon pertolongan di pagi hari, di sore hari maksudnya pagi hari itu saat waktu kita beraktivitas, banyak-banyak bedoa kepada Allah supaya aktivitas kita dilimpahi keberkahan, kesuksesan, keberhasilan dunia dan akhirat dan juga di sore hari selesai aktivitas kita kerdoa kepada Allah barangkali tadi banyak dosa yang kita kerjakan supaya diampuni Allah barangkali dari tadi banyak perbuatan-perbuatan yang buruk yang bisa membawa musibah di masa mendatang agar di ampuni Allah.
Dan disedikit waktu diwaktu malam yang gelap, malam yang gelap adalah malam yang gelap yaitu di tengah malam atau di akhir malam demikian di jelaskan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitabnya Fathul Baari bisharah Shahih Bukhari.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. CC-lah dalam mengamalkan dinul Islam.
2. Mendahulukan perkara yang wajib setelah itu baru ibadah yang sunnah.
3. Amalkan segitiga kekuatan, menomor-satukan Allah, jujur dan ikhlas.
4. Awalilah segala aktivitas Anda dengan berdoa.

Oase Pencerahan
Demikianlah dinul Islam sangat memerhatikan tabiat kemanusiaan yang penuh kelemahan dan kelalaian. Oleh karena itu Islam adalah agama yang sangat mencocoki fitrah kemanusiaan. Dan beramal dengan agama ini bila dibimbing dengan ilmu al-qur’an dan al-Hadis, maka akan selamat dari sikap melampaui batas yang dicela oleh Allah dan rasul-Nya. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah saw sangat menganjurkan kita kaum Muslimin-mukmin untuk menuntut ilmu agama mulai dari buaian hingga ke liang lahat (sampai mati).

Humanisme Islam

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ انْجَفَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ وَقِيلَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجِئْتُ فِي النَّاسِ لِأَنْظُرَ إِلَيْهِ فَلَمَّا اسْتَثْبَتُّ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ وَكَانَ أَوَّلُ شَيْءٍ تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ: ﴿أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ﴾

Dari sahabat Abdullah bin Salam r.hu, dia berkata, ”Ketika Rasulullah saw hendak datang di Madinah, manusia pada menunggu-nunggu dan saling memberi kabar: Rasulullah datang, Rasulullah datang, Rasulullah datang. Aku datangi kerumunan manusia. Ketika aku pastikan bisa melihat wajah Rasulullah saw, maka aku yakin bahwa raut wajahnya bukan tipe wajah pembohong. Dan pertama kali yang beliau ucapkan adalah,

”Sebarkanlah salam, berilah makan orang yang membutuhkan, dan shalat malamlah ketika manusia pada tertidur. Maka kalian akan masuk surga dengan selamat.”

Kedudukan Hadis
Derajat hadis ini shahih. Demikian keterangan Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya pada bab Minhu juz 9 halaman 25 hadis nomor 2409.

Pemahaman Hadis
Afsyūs salām. Artinya, sebarkanlah salam.
Inilah bukti bahwa betapa dinul Islam memerintahkan pemeluknya untuk me-manusiakan manusia. Buktinya dalam sabda insan mulia, Rasulullah saw di atas, pertama yang beliau perintahkan adalah untuk menyebarkan salam yang berarti kedamaian, keselamatan dan kasih sayang. Karena salam dalam Islam adalah penghormatan dari Allah swt. ”Assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh. Semoga keselamatan, kasih sayang dan keberkahan Allah selalu bersama kalian.
Banyak sekali rahasia di balik diperintahkan salam ini. Di antaranya untuk saling kenal, cinta, kasih sayang dan mendapatkan keberkahan doa salam itu sendiri. Bahkan menjadi prasyarat mendapat tiket masuk surga Allah swt. Inilah rahasia yang pernah diungkap sendiri oleh Rasulullah saw dalam sabdanya,

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian benar dalam keimanan kalian. Dan kalian tidak akan sampai meraih keimanan yang benar sampai kalian saling mencintai di antara kalian. Maukah Aku tunjukkan perkara yang apabila kalian laksanakan kalian akan saling mencintai? “Sebarkan salam di antara kalian.” (Hr. Muslim, Jilid I, Halaman 180)

Bahkan terhadap orang yang tidak dikenal sekalipun Raulullah saw juga menganjurkannya. Hal ini tentu menjadi motivasi bagi kita untuk ber-fastabiqul khairat. Di mana menjadikan salam sebagai habits. Tentu salam yang sebagaimana telah diteladankan oleh Nabi saw. Sayangngnya kaum muslimin sekarang justru meniru salam-salam yang tidak diteladankan Nabi saw seperti, hello, good morning dsb. Apa tidak boleh? Boleh, asal ucapan-ucapan salam tersebut setelah salam yang telah disyariatkan oleh dinul Islam.

Athimūt Thaām. Artinya, berilah makan orang yang membutuhkan.
Langkah berikutnya ketika sudah terbiasa dengan salam, sapa dan saling kenal – sebagai pintu masuk mengetahui kondisi saudaranya-, ketika kondisi saudaranya sedang membutuhkan bantuan, pertolongan atau baru mendapat masalah, maka anjuran Rasulullah saw adalah agar kita peduli dengannya, menolong sesuai dengan yang ia butuhkan. Perintah Rasulullah saw berupa athimut thaam adalah lambang sikap kepedulian. Yang juga bisa diartikan upaya sistematik untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, pelayanan kesehatan yang memadai serta memberi bantuan pendidikan, bahkan gratis. Sikap peduli ini sangat penting sehingga Allah swt pun mengecam keras orang yang tidak memiliki rasa kepedulian terhadap sesama, padahal ia berkecukupan. Bahkan Allah swt mengatagorikan mereka sebagai pendusta agama. Allah swt berfirman dalam surat al-Ma’un ayat 1-3,

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”(Qs.al-Ma’un [107]:1-3)

Jika kita sebagai kaum muslimin mampu menghayati pesan ini, khususnya para pemimpin yang diberi amanah untuk melayani rakyatnya, maka tidak ada lagi yang akhirnya mati kelaparan, yang putus sekolah dan menderita sakit dan akhirnya meninggal karena tidak punya biaya berobat. Kehiudpan masyarakat pun akan SSB (sehat, sejahtera dan bahagia), insya Allah. Sebab seluruh elemen masyarakat mempunyai seni di dalam me-manusiakan manusia berupa kepedulian terhadap sesama.

Shallū wannāsu niyāmun. Artinya, shalat malamlah ketika manusia sedang tertidur.
Ibadah malam atau qiyamul lail adalah salah satu ibadah agung dan mulia. Yang mana ibadah ini telah disyariatkan sebagai ibadah nafilah (sunnah). Akan tetapi mana kala seorang hamba mengamalkannya dengan CC 100% maka sungguh sangat besar keutamaannya. Allah swt berfirman dalam surat al-qur’an,

”Pada malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ke tempat yang terpuji.”(Qs.al-Isra’[17]:79)

Untuk melaksanakan qiyamul lail memang berat. Apalagi ia dilaksanakan pada waktu manusia sedang enak-enaknya tidur, dalam udara yang dingin dan balutan selimut yang tebal, bahkan harus perang melawan nafsu dan setan yang akan selalu membisikkan untuk tidur lelap. Namun, Allah Maha mengetahui setiap ibadah hamba-Nya dan Mahapenyayang terhadap usaha taqarrub seorang hamba kepada-Nya, Dia memberikan fadhilah (keutamaan) yang besar kepada siapa saja yang melakukan ibadah sunah ini, yaitu derajat yang mulia, baik di dunia ini maupun di hadapan-Nya nanti, sebagaimana tersirat dalam ayat di atas.
Dalam sebuah hadi qudsi diterangkan bahwa, Rasulullah saw bersabda,

''Tuhanmu yang Mahapemberi berkah dan Mahamulia, selalu turun ke langit dunia setiap malam, pada paruh waktu seperti tiga malam terakhir, dan Dia berfirman, 'Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, barangsiapa mengajukan permintaan kepada-Ku akan Aku berikan, dan barangsiapa memohon ampun kepada-Ku akan Aku ampuni.”(Hr.Bukhari & Muslim)

Sungguh sangat indah dan romantis manakala kita bangun malam. Di tengah keheningan malam kita bisa bersua dengan Sang Mahakekasih, Allah swt.

al-Jannata. Artinya, surga.
Setelah seorang hamba mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saw di atas. Dirinya CC 100% dengan amalan di atas, maka jaminan dari Nabi saw sangatlah jelas, yakni masuklah surga dengan selamat. Sungguh sangat indah manakala kita bisa menjalankan semua itu. Semoga Allah menolong kita untuk bisa menjalankan perintah-perintah-Nya.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Sebarkanlah salam pada siapa saja sebagaimana yang telah diteldankan Nabi saw.
2. Jadilah orang yang dermawan.
3. CC-lah dengan qiyamul lail.

Oase Pencerahan
Betapa Rasulullah saw mampu memikat seluruh elemen penduduk Madinah yang terdiri dari berbagai suku, agama dan latar belakang sosial yang beragam. Di awal kedatangan beliau di sana. Padahal beliau belum pernah bertemu dengan mereka, pun tidak ada hubungan darah dengan mereka. Pertamakali yang Rasulullah saw deklarasikan bagi penduduk Madinah yang sedang menanti-nanti kedatangan beliau adalah nilai-nilai humanisme dan kepedulian yang dilandasi dengan sikap mental yang kuat. Ini dapat kita lihat dengan lahirnya Piagam Madinah.
Sungguh sangat indah seni yang diteladankan Rasulullah saw di dalam me-manusiakan manusia. Sebagaimana telah tertulis dalam hadis di atas terlebih dalam isi Piagam Madinah. Semoga kita dianugerahinya untuk bisa terus dan terus mengamalkan prinsip Trianggulasi; Meng-Allah-kan Allah; me-manusia-kan manusia dan meng-alam-kan Alam. Sehingga kehidupan kita pun akan SSB, insya Allah.

Siapakah Yang Berhak Mendapatkan Pertolongan Allah?

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ﴿ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ﴾

Dari sahabat Abu Hurairah r.hu dia berkata, ”Rasulullah saw bersabda,

”Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan Allah; orang yang berjihad di jalan Allah, budak mukatab yang mencicil pembayaran untuk kemerdekaannya dan orang yang menikah untuk menjaga kesucian dirinya.”

Kedudukan Hadis
Derajat hadis ini adalah hasan. Demikian menurut keterangan Imam Tirmidzi dalam Sunannya pada bab Maa Jaa fil Mujahid wan Nakih wal Mukatib wa Aunillahi Iyyahum. Juz XI halaman 214 hadis nomor 1579. Imam Baihaqi meriwayatkan hadis ini dalam Sunannya pada juz X halaman 318. Sementara Imam Nasa’i juga meriwayatkan hadis ini dalam Sunan beliau di juz II halaman 194.

Pemahaman Hadis
Haqqun. Artinya, Yang berhak.
Dalam hadis ini tiga orang yang berhak mendapat jaminan dari Allah swt berupa pertolongan-Nya. Sudah barangtentu suatu keuntungan yang sangat besar manakala seorang hamba dalam perlindungan dan pertolongan Allah swt. Di mana tidak akan ada satu orangpun yang bisa menghalangi kehendak-Nya manakala Dia telah menetapkan pertolongan kepada hamba yang dikehendaki-Nya.

al-Mujāhid fī sabīlillāh. Artinya, orang yang berjuang di jalan Allah.
al-Qur’an telah menempatkan jihad pada urutan yang paling utama di antara ibadah-ibadah yang lain. al-Qur’an menyatakan dengan sangat jelas, agar kaum Muslim mencintai Allah dan rasul-Nya, serta jihad di jalan Allah di atas cintanya kepada yang lain. Allah swt berfirman,

"Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal".(Qs.at-Taubah 20-21).

Melalui ayat tersebut Allah swt memberikan jaminan bahwa orang yang beriman, berjihad dan berhijrah akan mendapatkan kenikmatan ruhaniah berupa: derajat yang tinggi dan mulia di sisi Allah, rahmat dan karunia Allah, ridla Allah yaitu disenangi Allah dan merasa senang pula dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun, dan kenikmatan yang abadi di surga.
Jihad di jalan Allah (fi sabilillah) bukan hanya berperang, tetapi setiap perbuatan berikhtiar dengan kerja keras dan mengusahakan sesuatu sekuat tenaga dan maksimal menghadapi berbagai macam kesulitan, keletihan, dan kesukaran dalam melaksanakan ibadah di jalan Allah juga jihad. Membangun masjid semata mengharap ridlanya, membuatt sumur agar bisa dimanfaatkan kalayak umum, memberantas buta huruf, amar makruf nahi munkar dan segala perbuatan yang mengandung maslahat. Hal tersebut juga jihad.
Jadi jihat tidak melulu harus berperang. Sangat ironis jika jihad di jalan Allah swt hanya dimaknai dengan berperang. Maka pelaku bom bunuh diri yang mengklaim dirinya melakukan aksi bom bunuh diri, guna berjihad di jalan-Nya menunjukkan betapa dangkal pemahaman orang tersebut terhadap makna jihad yang sesungguhnya.

Walmukātabuladzī yurīdul adā’. Artinya, budak mukatab yang mencicil pembayaran untuk kemerdekaannya.
Budak mukatab adalah budak yang telah dijanjikan oleh tuannya akan dimerdekakan bila telah melunasi harga dirinya yang telah ditetapkan oleh sang majikan. Niat mulia sang budak untuk menjadi merdeka itulah yang akan mendatangkan pertolangan Allah.
Inilah pembelajaran bagi kita bahwa Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya yang ingin menjadi lebih baik menderita. Keinginan kita untuk menjadi baik pasti akan disambut oleh ”tangan” terbuka oleh Allah swt.

Wannākihuladzī yurīdul afāf. Artinya, orang yang menikah untuk menjaga kesucian dirinya.
Dengan menikah seseorang akan memiliki jiwa yang lebih santun, tenang, dan damai, sehingga gejolak-gejolak liar akan pergi darinya. Hal ini sebgaimana difirmankan oleh Allah swt,

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Qs.ar-Rum [30]: 21)

Selain itu pernikahan juga bisa menajdi wadah seseorang menyalurkan rasa cintanya dan menumbuh kembangkannya, memberikan kepastian nasab dan memelihara kelestariannya, memelihara martabat seseorang dan pernikahan mencegah kerusakan moral pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Dengan niat yang mulia tersebut. Yakni keinginan seseorang untuk menikah demi menjaga kesucian dirinya di hadapan Allah swt. Maka dengan rahmat Allah yang sangat luas orang yang seperti ini mendapat jaminan pertolongan dari Allah.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Pahamilah makna jihad dengan baik dan benar. Kemudian menindak-lanjuti dengan perilaku.
2. Yakinlah bahwa Allah akan selalu menolong kita manakala kita selalu menjalani kehidupan sesuai dengan jalan yang diridlai-Nya.
3. Jika Anda sudah yakin mampu untuk menikah, maka segeralah.

Oase Pencerahan
Sungguh seorang hamba akan mendapat apa yang ia inginkan manakala Allah swt menolongnya. Sebab tidak akan ada yang dapat menghalangi kehendak-Nya. siapa pun itu. Maka beruntunglah orang yang sungguh-sungguh di dalam berjuang membela agama-Nya. Sebab telah ada jaminan bahwa dirinya akan mendapat pertolongan dari Allah.
Maka yang terpenting setelah kita mengetahui hadis ini. Ada a good Character learnig untuk memotivasi kita bahwa keinginan kuat untuk mendekat kepada Allah swt. Akan melahirkan suatu kekuatan dahsyat. Yang mana kekuatan dahsyat itu berupa pertolongan Allah swt.
Bagi para pemuda, jika memang telah merasa mampu untuk menikah. Segeralah untuk menikah jangan ditunda lagi. Jangan mencari berbagai alasan untuk menunda nikah. Seperti belum punya pekerjaan, cari yang lebih cantik lagi dan berbagai alasan laiinya. Ingat dalam al-qur’an Allah dengan tegas memberitakan bahwa jika seseorang ingin menikah dalam keadaan miskin maka Allah pasti akan membuatnya kaya. Tapi ingat niat, cara dan dampaknya harus baik dan benar. Dan ini dipertegas lagi dengan hadis ini.
Semoga kita semua selalu dalam perlindungan Allah swt. Di mana pun dan kapan pun. Hidup yang selalu dalam perlindungan dan pertolongannya itulah kehidupan yang SSB. Insya Allah.

Antara Serigala dan Manusia

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَعْدِ بْنِ زُرَارَةَ عَنْ ابْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
﴿مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ﴾

Dari sahabat Ibnu Kaab Ibnu Malilk al-Anshary r.hu, dari ayahnya berkata, ”Rasulullah saw bersabda,

”Tidaklah dua serigala dilepas pada kambing lebih merusak dibandingkan ambisi seseorang pada harta dan kedudukan (jabatan), yang akan merusak agamanya.”

Kedudukan Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam Sunannya pada bab Ma Jaa fi Akhadil Mali fi Haqqihi juz VIII halaman 381 hadis nomor 2298. Imam Ahmad dalam Musnadnya merriwayatkan hadis ini pada bab Haditsu Ka’bibni Malik r.hu juz XXXI halaman 419 hadis nomor 15224. Imam Baihaqi, Thabrani dan Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadis serupa dalam kitab-kitabnya.

Pemahaman Hadis
Dzi’bāni jai’āni. Artinya, dua serigala yang lapar.
Anda pernah melihat progam wild life? Dalam acara tersebut bagaimana kita bisa melihat serigala memangsa buruannya, mencekram, menerkam, menggigit, merobek, mengunyahnya dan kemudian menelannya. Saling tarik antara satu serigala dengan serigala lainnya menjadi hal yang biasa. Sebab masing-masing ingin mendapatkan makanan yang paling banyak.
Dalam hadis di atas terdapat penguatan-penguatan di mana kata dzi’bāni jaiāni (dua serigala) yang daya rusaknya disamakan dengan satu orang saja. Ada rasa lapar ditambah sifat buas dan rakus serigala yang disamakan dengan satu orang saja. Ada rasa lapar ditambah dengan sifat buas dan rakus serigala yang disamakan dengan rasa lapar seseorang terhadap harta dan posisi. Ada kata kambing yang dianalogikan sebagai agama yang ada posisi lemah tak berdaya dan kemudian menjadi objek mangsa. Di atas itu semua, daya rusak dua serigala itu masih kalah dahsyat dibandingkan dengan kehausan seseorang terhadap harta dan jabatan.

Hirsil mari. Artinya, ketamakan seseorang.
Jika serigala memburu mangsanya. Kemudian sang buruan itu telah didapatkannya, perutnya merasa kenyang maka cukuplah bagi sang serigala. Berbeda dengan manusia manakala ketamakan dan ambisi yang sangat besar terhadap harta dan kedudukan meskipun ia sudah mendapatkan apa yang diinginkan. Dirinya tidak akan pernah puas. Bahkan akan semakin menjadi-jadi untuk memperoleh harta yang lebih banyak dan juga jabatan yang lebih tinggi. Meskipun dengan berbagai cara yang bertentangan dengan Neraca Syariat.
Dalam hadis di atas betapa sangat detail konotasi Rasulullah saw dari sebuah keserakahan manusia. Sebuah gambaran kerusakan yang divisualisasikan dalam bentuk dua serigala yang lapar yang dilepaskan pada sekawanan domba. Dimana kerusakan yang diakibatkan oleh serigala tersebut masih kalah dahsyat dibandingkan dengan kerakusan manusia.

al-Mal was syaraf. Artinya, harta dan jabatan (kedudukan).
Harta dan jabatan (kedudukan). Keduanya sering disebut-sebut sebagai dua sekawan yang tak terpisahkan. Harta bisa menghantarkan seseorang kepada posisi atau jabatan tertentu. Bahkan hari ini posisi yang seharusnya diisi secara alami oleh orang-orang berkompeten pun bisa dibeli dengan harta. Posisi atau jabatan pun bisa membuat orang mampu mengeruk harta sebanyak-banyaknya. Tanpa ada rasa puas. Tidak ada rasa malu. Apalagi secuil peduli, perhatian dan keberpihakan terhadap masyarakat.
Sebuah konsekuesnsi kerusakan, saat seseorang meraih jabatan dengan menggunakan hartanya. Seperti halnya dalam kaidah jual-beli karena dia telah mengeluarkan sekian banyak rupiahnya, maka ia pun harus mendapatkan lebih banyak saat telah menjabat. Jika orang yang seperti itu diberi gelar khusus maka ada yang lebih dari itu. Yaitu orang yang mendapatkan posisi karena jerih payah orang lain dan tidak ada dari hartanya yang dikeluarkan kemudian daya rusaknya sama dengan mereka yang mengeluarkan hartanya guna merengkuh suatu jabatan. Entah gelar apa yang tepat untuk orang yang seperti ini.
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi dijelaskan bahwa rakus harta bisa merusak agama agama karena ada kekuatan yang menggerakkan syahwat yang menjerumuskan kepada bermegah-megahan dalam hal yang mubah. Hingga menjadi kebiasaan dan sangat besar ketergantungannya terhadap harta. Adapun rakus jabatan bisa merusak agama karena orang itu akan masuk ke dalam syirik tersembunyi. Menjadi orang yang suka mencari muka, mempunyai sifat nifak dan akhlak buruk lainnya, maka ini lebih merusak dan lebih merusak. Dan inilah yang membuat rusak negeri ini.
Kalau serigala hanya merusak sekawanan kambing, manusia bisa menghancurkan sistim sebuah negara dan menyebabkan kemiskinan terstruktur. Setelah itu semua, agama pun bisa dirusak oleh kerakusan terhadap harta dan jabatan. Karena bahkan agama pun bisa dimangsanya dengan cara dijual ayatnya, ditunggangi nama besarnya, ditumbalkan, diabaikan. yang penting harta dan jabatan didapatnya.
Maka dia telah berubah menjadi manusia serigala yang sangat rakus dan berbahaya!

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Menjaga jarak dengan dunia.
2. Tidak ambisius terhadap harta dan kekuasaan.
3. Hidup zuhud sebagaimana diteladankan oleh Nabi saw dan para sahabat r.hum. Ingat! Zuhud bukan berarti antipati terhadap kehidupan dunia.
4. Hati-hatilah terhadap fitnah kekuasaan.

Oase Pencerahan
Harta dan kekuasaan adalah sesuatu yang sangat menggiurkan bagi manusia. Sebab di situlah terdapat kemasyhuran, ketenaran, kehormatan, dan kemapanan sosial ekonomi. Maka relevanlah sabda Nabi saw di atas dimana daya rusak seseorang yang telah dihinggapi rasa keinginan untuk mendapatkan harta dan kekuasaan daya rusaknya lebih dahsyat dari pada kerusakan yang diakibatkan dua ekor serigala yang sangat lapar yang dilepaskan di sekawananan domba. Sebab tidak jaraang ambisi seseorang terhadap harta dan kekuasaan akab menutupi akal sehatnya. Bahkan bisa merudupkan keimanan kepada Allah swt.
Kita bisa tengok di jaman sekarang. Di mana para pengejar jabatan demi memperoleh suatu jabatan ‘rela’ mengerjakan hal-hal yang diharamkan oleh Neraca Syari’at. Seperti, suap, berbuat curang, mendhalami para kompetitornya, berbohong, dan perbuatan-perbuatan yang dilarang lainnya. Ketika ditanya pastilah mereka akan menjawab bahwa hal seperti itu merupakan hal yang diharamkan dan dilarang oleh agama. Lalu mengapa mereka tetap melakukannya? Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah Mahamelihat? Apakah mereka tidak meyakini bahwa kelak mereka akan ditanya oleh Allah swt?
Ya, seperti itulah daya tarik harta dan kekuasaan. Bisa menggiurkan siapapun. Maka tidak ada jalan lain bagi kita untuk terus memohon pertolongan kepada Allah swt agar selalu dipelihara dari fitnah dunia dan kekuasaan.
Pada dasarnya permasalahan bukanlah pada jabatan atau kepemimpinan itu sendiri, akan tetapi pada cara untuk mendapatkannya. Seperti halnya orang yang bercita-cita menikah dengan seorang wanita cantik. Tentunya tidak seorang pun menyalahkan cita-cita orang ini, karena hal itu termasuk perkara yang dibolehkan atau tidak dilarang. Akan tetapi yang tidak diperbolehkan baginya adalah berusaha mencarinya dengan cara-cara yang dilarang atau diharamkan agama maka pernikahan orang itu kelak tidak akan mendapat keberkahan dari Allah swt dan jauh dari bantuan-Nya dalam setiap permasalahan di rumah tangganya. Akan tetapi jika orang itu mendapatkannya dengan cara-cara yang dibenarkan dan dihalalkan agama maka pernikahannya kelak akan diberkahi dan ditolong-Nya.
Semoga kita semua selalu dijaga oleh Allah swt dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Sebab hanya Dia-lah sebaik-baik penjaga. Amiin.

Komunitas Orang Yang Jujur Dan Mati Syahid

عن عيسى بن طلحة، قال: سمعت عمرو بن مرة الجهني، قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقال يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ، وَصَلَيْتُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، وَأَدَيْتُ الزَّكَاةَ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَقَمْتُهُ، فَمِمَنْ أَنَا؟ قَالَ:
مِنَ الصَّدِيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ

Diriwayatkan dari Isa bin Thalhah r.hu, ia berkata saya mendengar Amru bin Murrah al-Juhany ia berkata bahwa, telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw dan bertanya? “Wahai Rasulullah saw bagaimana menurut pendapat Anda jika saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan Anda adalah utusan-Nya, mendirikan shalat lima waktu, menunaikan zakat, puasa di bulan ramadlan dan shalat tarawih di malamnya, termasuk golongannya siapa aku ini? Rasulullah saw bersabda,

”Termasuk orang-orang yang jujur dan orang yang mati syahid’”

Kedudukan Hadis
Hadis ini terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban juz: XIV, halaman: 377, hadis nomor: 3507; Shahih Ibnu Khuzaimah juz: VIII, halaman: 143, hadis nomor: 2024; Sunan Thabrani juz: VIII, halaman: 309, hadis nomor: 2866; al-Baihaqi juz: VIII, halaman: 129, hadis nomor: 3464.

Pemahaman Hadis
Lā ilāha illā-llāh. Artinya, meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah swt.
Jadi percaya dengan Allah disini tidak ”tok-oyo” hanya percaya kepada Allah tapi tidak melakukan perintah-Nya. Yang dimaksud di sini ialah meng-Allah-kan Allah. Menjadikan Allah yang nomor satu serta menjadikan Allah sebagai motivator kecerdasan dan nafas dalam kehidupan.
Tidak ada sandaran dalam hidup ini selain Allah swt. Hanya Dia tempat bergantung dan tempat menyembah dan tempat memohon pertolongan.
Wa annaka rasulullah. Artinya, adalah mengakui tentang kenabian Muhammad bin Abdullah.
Mengakui beliau tidak sebatas percaya, tapi lebih dari itu ialah meneladani akhlak beliau, dan mengejawantahkan teladan-teladan beliau ke dalam kehidupan nyata.
Nah, Pernyataan "Muhammadun-Rasûlullâh" ialah mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan menerima kebanaran yang dibawa oleh beliau saw, itu artinya seorang yang telah mengaku muslim [yang ingin termasuk golongan orang-orang yang jujur dan mati syahid] wajib hukumnya mewujudkan empat sifat Rasul dalam kehidupan sehari-hari. Keempat sifat tersebut ialah “Shiddiq, fathanah, amanah, dan tabligh.”
Siddiq adalah sifat pertama yang harus dimiliki oleh setiap muslimin-mukmin. Siddiq yaitu jujur, yang berarti berbudi benar sesuai dengan waktu dan tempatnya. Orang Inggris menerjemahkan siddiq dengan henest dan righteous. Artinya seseorang yang Siddiq ialah mereka yang bertekat untuk hidup jujur dan benar sesuai dengan waktu dan tempatnya. Orang jawa bilang ”ora ngawur.”
Fathanah adalah cerdas, cermat, dan seksama. Orang yang meneladani Rasul adalah orang yang bertindak cerdas. Apa yang dilakukan tidak menimbulkan kedzhaliman dan penderitaan orang lain, kecuali mereka yang iri dengan perilaku itu. Orang yang fathanah akan malu bertindak yang tidak pantas. Malu bertindak yang tidak sesuai dengan Neraca Syari’at.
Amanah artinya dapat dipercaya. Orang yang amanah adalah orang yang mampu mengemban apa-apa yang dipercayakan kepadanya. Jika harta-benda dititipkan kepada orang yang amanah, maka harta benda itu tidak akan susut atau berkurang.
Tabligh. Orang yang tabligh tidak akan menyembunyikan apa yang bukan haknya, ia senantiasa mengantarkan amanat sampai tujuan.
Inilah makna memahami sahadat Rasul sesuai dengan firman-Nya,
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali-Imrân [3]: 31)

wa shalaitu. Artinya, dan saya shalat.
Shalat disini bukan hanya sekedar shalat, alias sebagai pengugur kwajiban tapi benar-benar shalat yang mampu merubah pelakunya kearah yang lebih baik. Yaitu shalat yang menghantarkan pada akhlakul karimah.
Orang yang shadiqin benar-benar menjadikan shalat sebagai motivator kecerdasan keagamaan. Membumikan shalat dan apa-apa yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan keseharian, yang ditandai dengan terjadianya perubahan perilaku kearah yang lebih baik dan bermanfaat.
Jika seseorang telah mancapai derajat menjadikan syari’at Islam [shalat] sebagai motivator kecerdasan, maka insya Allah hidupnya akan selalu berdzikir kepada Allah swt meskipun dalam keadaan bergerak, berdiri, rukuk, sujud dan duduk dalam satu kesatuan, maka terciptalah ketenangan batin. Yang mana dalam shalat ada ‘washala’ yaitu tindakan untuk menghubungkan, menyatukan diri dengan Tuhan [wusul]. Bila ini tercapai maka lahirlah ‘kasih’. Yang terejawantahkan tercegahnya seseorang yang menegakkan shalat dari perbuatan keji dan munkar.
Nah, tujuan shalat itu untuk mencegah perbuatan dan tindakan keji dan munkar. Bukan untuk mendapatkan surga. Jika orang sudah taat kepada Allah serta tidak berbuat keji dan munkar maka surganya akan datang dengan sendirinya. Seseorang dikatakan terbebas dari perbuatan dan tindakan keji bila ia sudah tidak lagi melakukan perbuatan yang memalukan. Tidak lagi berbuat yang menjijikkan. Ia bebas dari perbuatan dan tindakan munkar bila ia tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku.
Inilah shalat orang shadiqin yaitu shalat yang mengikuti Rasulullah serta didasari dengan rasa cinta kepada Allah swt. Dan menyadari dengan sepenuh hati bahwa diri ini tidak lebih dari seorang hamba-Nya. Inilah makna shalat yang dikehendaki dalam hadis di atas. Shalat yang mempu merubah perilaku.

wa adaitu zakâta. Artinya, menunaikan zakat.
Yang dimaksud disini adalah menunaikan zakat mal bagi yang sudah mampu, karena kalau zakat fitri itu sudah jelas. Dan yang sering terlupakan adalah zakat mal. Zakat mal sebagai tanda syukur [tahu diri] kepada Allah swt.
Zakat mal sebagai pengejawantahan dari hadis nabi saw, “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”
Berdasarkan hadis di atas, seorang muslim-mukmin diajari oleh Rasulullah saw untuk berperilaku derma dan pemurah. Suka berkurban untuk kepentingan masyarakat, dan mau mengulurkan tangannya kepada siapa saja yang memerlukan. Pemikiran yang dibangun Rasulullah saw. Menjadi seorang muslim harus membiasakan diri dengan "tangan di atas". Sebaliknya, harus malu manakala "tangannya di bawah". Giving not Taking. Inilah sebuah kecerdasan bersosial yang hendak dibangun oleh dinul Islam.
Sekarang sudah saatnya seorang muslim memiliki mindSET pemikiran "tangan di atas", dan harus menjadi kebanggaan umat Islam. Apabila "tangan di atas" telah menjadi kebanggaan kaum muslimin. Maka, dalam waktu yang relatif tidak lama lagi. Kaum muslimin mukmin akan mempunyai kemampuan kecerdasan sosial yang rata-rata air. Hal ini menandakan akan lahirnya banyak karya. Yang itu sangat berguna buat umat manusia. Jadi zakat mal sebagai rasa terima kasih kepada Allah dan sebagai tanda cinta bangsa juga sesama kaum muslimin.

wa shumtu. Artinya, puasa.
Puasa yang dimaksud dalam kata di atas bukan sekedar sebagai pengugur kwajiban sebagai seorang muslim. Tapi puasa yang benar-benar memenuhi standar yang telah difirmankan Allah dan diteladankan oleh baginda nabi saw. Jika tidak! Maka tidak ada out put yang signifikansi terhadap nilai-nilai kehidupan.
Padahal aktivitas puasa adalah perbuatan yang menjadikan pelakunya sehat, sejahtera, dan bahagia. Yang titik puncaknya adalah menjadi hamba-Nya yang muttaqin.
Orang yang berpuasa berarti diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah, yakni dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Inilah tujuan agung dari disyari’atkannya puasa. Jadi bukan hanya sekedar melatih untuk meninggalkan makan, dan minum.
Terlebih dari itu kita dilatih untuk bisa mengendalikan nafsu sahwat yang nyata [makan, minum, menggauli istri, dll] dan nafsu sahwat yang samar [keinginan menjadi populer, menghibah, ingin menjadi ini dan itu, dll]. Yang out putnya adalah menjadi insan muttaqin.

wa qumtuhu. Artinya, dan menghidupkan malam ramadlan.
Yang dimaksud menghidupkan malam disini ialah dengan mengisi malam ramadlan dengan banyak berdzikir, membaca al-qur’an dan meminta ampun kepada Allah serta memperbanyak shalat dan membaca al-qur’an.
Tidak seperti kebanyakan orang sekarang. Disiang harinya puasa tapi dimalam harinya dugem. Sehingga ada ungkapan ”siang dipendam malam balas dendam.”

Minas siddiqina was syuhada’. Artinya, dari golongan orang-orang yang jujur dan orang yang mati syahid.
Kata ini menerangkan ciri tentang [komumitas] orang-orang yang jujur dan golongan orang yang mati syahid. Yaitu orang yang berpandu pada syari’ah islam yang murni. Orang yang benar-benar mengamalkan syariat islam. Mengimani keislamannya dan berperilaku dalam kesehariannya dengan cara yang islami.
Taat kepada perintah Allah swt dan mengikuti Rasulullah saw, sebagaimana dalam hadis diterangkan,
Dari sahabat Abu Hurairah r.hu ia berkata, ketika kami sedang bersama Rasulullah saw, tiba-tiba ada orang Arab Badui datang kepada Rasulullah saw dan bertanya, ”Wahai Rasulullah saw ajarilah aku satu amal yang jika saya mengerjakan amal tersebut, amal tersebut bisa menghantarkan aku ke surga” Rasulullah saw bersabda, ”Sembahlah Allah dan jangan sekutukan Dia, peliharalah shalat lima waktu, tunaikan zakat dan berpuasalah dibulan ramadhan”
Orang badui itu berkata ”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya saya tidak akan menambah amal ini.” Kemudian ia pergi. Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa yang ingin melihat lelaki ahli surga maka lihatlah orang itu.” (Hr. Muslim)

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Jadiikanlah syari’at islam sebagai motivator kecerdasan.
2. Beramallah dengan amal yang terbaik; shalat ya shalat yang terbaik; puasa ya puasa yang terbaik; dan dalam menjalankan syari’at islam dengan yang terbaik.
3. Jangan hanya sekedar shalat.
4. Jadilah diri anda termasuk orang yang jujur dan mati syahid. Dengan cara melaksanakan Rukun Islam dengan sepenuh hati.
5. Dan yang terpenting adalah miliki mindSET menjadi hamba yang jujur dan termasuk syuhada’.
Oase Pencerahan
Orang islam di negeri ini telah sampai pada sabda nabi saw ”sebagaimana buih yang ada di lautan” sebagai kaum yang mayoritas namun tidak bisa memimpin dalam kancah persaingan dunia. Bagaimana ini bisa terjadi? Karena umat islam belum menjadikan Rukun Islam sebagai motivator kecerdasan dan nafas dalam kehidupan.
Yang terjadi saat ini adalah riak dalam beragama, seolah-olah beragama namun pada kenyataannya hanya bermain-main dalam beragama.
Dalam teori pemberdayaan. Di dunia ini ada tiga pemberdayaan, jika itu dipegang maka hasilnya masyaAllah. Tiga pemberdayaan itu ialah, Laut, Pasar, dan Masjid.
Kalau ketiga-tiganya ini dipegang oleh kaum mayoritas di negeri ini saya sangat yakin umat islam akan ditakuti oleh negara dan umat lain di dunia ini. Namun kenyataan yang terjadi sangat berbeda dan sungguh memprihatinkan.
Laut kita yang kaya, dibiarkan begitu saja. Pasar kita sudah dikuasai oleh orang-orang yahudi dan nasrani, sedangkan orang islamnya sendiri asyik menjadi buruh dikandang sendiri. Dan Masjid kita ”menangis” karena tidak ada jamaahnya. Masjid yang begitu besar dan megah orang yang shalat subuh berjamaah bisa dihitung dengan jari. Bisa dikatakan pilar-pilar masjid lebih banyak dari pada orang yang shalat. Kita harus malu. Dan kita harus bangkit. Kita harus memiliki mindSET ”bahwa kita bisa menggenggam ketiga pemberdayaan tersebut.” insya Allah.

Kedhaliman Adalah Kegelapan

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ الْمَاجِشُونُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari sahabat Abdullah Ibnu Umar r.huma, dari Rasulullah saw bersabda,

”Kedhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) pada Hari Kiamat .”

Kedudukan Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukahri dalam Shahihnya pada bab adh-Dhulmu Dhulumatun Yaumal Qiyamah juz VIII halaman 318 hadis nomor 2267. Imam Msulim meriwayatkan hadis ini pada bab Tahrimud Dhulmi juz 12 halaman 456 hadis nomor 4675. Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad juga meriwayatkan hadis ini dalam Sunan dan Musnadnya.

Pemahaman Hadis
adh-Dhulmu. Artinya, kedzaliman.
Kata adh-Dhulmu berasal dari kata dhalama, yadhlimu yang berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dalam hal ini kata ini sepadan dengan kata al-Jawr. Demikan pula definisi yang dinukil oleh Syaikh Ibnu Rajab dari kebanyakan para ulama dalam hal ini adalah lawan dari kata al-Adl (keadilan).
Dalam hadis di atas, jelas betapa kedhaliman akan menyebabkan kegelapan pada Hari Kiamat. Oleh sebab itu Rasulullah saw mewanti-wanti umatnya dalam hadis yang serupa akan tetapi di situ ditekankan supaya berhati-hati atas perbuatan dhalim sebagaimana sabda beliau saw,

”Berhati-hatilah terhadap kedhaliman sebab kedhaliman adalah kegelapan pada Hari Kiamat. Dan jauhilah kekikiran (bakhil) karena kekikiran itu telah mencelakakan umat sebelum kamu.(Hr.Muslim)

Menengok hadis ini jelas bahwa dinul Islam menghararamkan segala bentuk kedhaliman. Dan tidak ada kedhaliman yang lebih besar dari pada syirik kepada Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,

”Sesungguhnya syirik merupakan kedhaliman yang besar.”(Qs.Lukman [31]: 13)

”Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kedhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan petunjuk.”(Qs.al-An’am [6]:82)

Syaikh Ibnu Rajab mengklasifikasikan bentuk kedhaliman menjadi dua macam: pertama, kedhaliman terhadap diri sendiri. Bentuk yang paling berbahaya dari jenis ini adalah syirik kepada Allah swt Jenis berikutnya adalah perbuatan-perbuatan maksiat dengan berbagai macamnya; besar maupun kecil. Kedua, kezhaliman yang dilakukan oleh seorang hamba terhadap orang lain, baik terkait dengan jiwa, harta atau kehormatan. Rasulullah saw bersabda ketika berkhutbah pada haji wada’,

”Sesungguhnya darah harta dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian sebagaimana keharaman hari kalian ini, di bulan haram kalian ini dan di negeri (tanah) haram kalian ini.”

”Barangsiapa yang pernah terdhalimi oleh saudaranya, maka hendaklah memintakan penghalalan (ma’af) atasnya sebelum kebaikan-kebaikannya (kelak) akan diambil (dikurangi); Bila dia tidak memiliki kebaikan, maka kejelekan-kejelekan saudaranya tersebut akan diambil lantas dilimpahkan (diberikan) kepadanya.”(Hr.Bukhari)


Dhulumātun yaumul qiyāmah. Artinya, kegelapan pada Hari Kiamat.
Prahara yang terjadi pada Hari Kiamat sangatlah dahsyat. Saat itu tidak ada satu manusia pun yang memikirkan orang lain. Sebab manusia pada saat itu dibuat sibuk oleh dirinya sendiri. Apalagi bagi mereka yang sering berbuat dhalim ketika hidup di dunia. Maka kesengsaraan akan menimpanya. Tentang keadaan orang yang gemar berbuat dhalim lihatlah penuturan dari sahabat Abu Umamah r.hu, ”Pada hari kiamat, seorang dhalim didatangkan, hingga ketika berada di atas jembatan neraka Jahanam, ia ditemui seorang yang pernah ia aniaya. Orang-orang yang teraniaya terus-menerus menuntut orang-orang dhalim hingga tidak ada lagi kebaikan di tangan orang-orang dhalim itu. Jika orang-orang yang teraniaya tidak menemukan kebaikan lagi di tangan orang – orang dhalim mereka memikulkan kejelekan-kejelekan mereka ke pundak orang – orang dhalim menurut kadar penganiayaannya hingga mereka dilemparkan ke dasar neraka.”
Juga firman Allah swt di dalam surat al-Anfal,

”Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dhalim saja di antara kamu dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”(Qs.al-Anfal [8]:25)

Ayat ini berisi peringatan untuk berhati-hati (hadzr) akan adzab yang tidak hanya akan menimpa yang berbuat kedhaliman saja, tetapi adzab Allah akan menimpa secara umum baik yang berbuat kedhaliman maupun yang tidak. Karena itu secara syar’i, wajib hukumnya bagi orang yang melihat kedhaliman kemungkaran dan mempunyai kesanggupan untuk mehilangkan kemungkaran tersebut.

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Jauhilah perbuatan dhalim.
2. Pegang dengan baik dan benar Neraca Syariat.
3. Mintalah selalu pertolongan kepada Allah swt agar dijauhkah dari perbuatan dhalim.

Oase Pencerahan
Banyak di antara umat manusia yang tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan suatu perbuatan yang menyakiti orang lain lantas membiarkan hal itu berlalu begitu saja tanpa meminta maaf kepada orang tersebut atas perbuatan yang kita lakukan. Sebabnya banyak, di antaranya karena ego yang terlalu tinggi, menyepelekan, dan kurang memahami ajaran agama secara baik dan benar. Padahal perbuatan yang demikian sangat berbahaya dan akan dipertanggung-jawabkan di Hari Akhir kelak. Setiap penyimpangan pasti akan mendatangkan bahaya.
Kemusyrikan akan menghilangkan harkat derajat manusia di muka bumi. Sebab orang yang musyrik telah menjatuhkan martabatnya sebagai manusia yang telah Allah muliakan. Bayangkan orang yang memuja dan mensakralkan benda mati, binatang, atau makhluk Allah lainnya. Mereka menganggapnya bahwa makhluk tersebut mempunyai kekuatan di luar kekuatan dirinya. Bahkan bisa mendatangkan sesuatu yang padahal hanya Allah yang bisa melakukannya. Pada saat orang-orang berebut air kotor bekas cucian benda-benda “keramat” yang penuh karat dan debu itu, seraya mereka mengusapkannya ke sekujur tubuh bahkan meminumnya, di manakah mereka meletakkan harga diri mereka sebagai manusia? Kemaksiatan juga mendatangkan malapetaka, bukan saja kelak di akhirat tapi semenjak di dunia. Imam Ibnul-Qayyim –semoga Allah merahmatinya- mengatakan, “Di antara yang perlu diketahui adalah bahwa dosa dan kemaksiatan itu membahayakan. Dan tidak diragukan lagi bahayanya terhadap hati bagaikan bahaya racun terhadap tubuh.” Itu hanyalah satu aspek, yakni aspek hati secara personal. Terhadap kehidupan pun, kemaksiatan punya bahaya yang besar. Di antaranya adalah munculnya bencana dan malapetaka. Rasulullah saw Bersabda,

“Jika kemaksiatan merajalela di tengah umatku, Allah pasti menimpakan secara merata adzab dari sisi-Nya.” Aku (Ummu Salamah) bertanya, “Tidak adakah di tengah mereka saat itu orang-orang saleh?” Rasulullah saw menjawab, “Ada.” Aku bertanya, “Lalu apa yang dilakukan terhadap mereka yang saleh itu?” Rasulullah saw menjawab, “Akan menimpa mereka apa yang menimpa orang-orang pada umumnya, kemudian mereka mendapatkan ampunan dan keridlaan.”(Hr.Ahmad).

Itu di dunia. Di akhirat urusannya lebih dahsyat lagi. Demikian pula dengan kedhaliman yang dilakukan terhadap sesama manusia. Kehidupan ini tidak akan ada keadilan dan kesejahteraan manakala kedhaliman merajalela dan menggurita. Negeri yang subur hanya akan memakmurkan segelintir orang yang kebetulan punya akses kepada sumber daya alam gara-gara mendapatkan kekuasaan. Namun, kalau pun pelaku kedhaliman itu “selamat” di dunia karena tidak tersentuh hukum, ketahuilah bahwa di akhirat dia tidak akan selamat dari perhitungan dan adzab Allah swt.
Rasulullah saw. menjelaskan tentang orang yang muflis (pailit). Muflis bukanlah orang yang tidak punya uang atau kehilangan harta. Melainkan orang yang sewaktu di dunia melaksanakan ibadah ritual semacam shalat, shaum, dan sebagainya. Namun di samping itu, dia melakukan kedhaliman kepada orang lain dalam bentuk memukul atau melukai, memfitnah (merusak kehormatan), merampas hak milik tanpa alasan yang dibenarkan. Maka pada hari akhirat kelak semua orang yang menjadi korban kedhalimannya akan menuntut di hadapan Allah swt. Sampai manakala pahala orang itu sudah habis untuk membayar kedhalimannya, sementara para korban yang menuntut masih banyak, Allah melimpahkan dosa-dosa si korban kepada pelaku kedhaliman itu.