Saturday, September 18, 2010

Ahlil Qur`an, Ahlullãh

حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ خَلَفٍ أَبُو بِشْرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ بُدَيْلٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
﴿ إِنَّ للهِ أَهْلِيْنَ مِنَ النَّاسِ، قَالُواْ يَارَسُولَ اللهِ، مَنْ هُمْ؟ قَالَ: هُمْ أَهْلُ الْقُرْآنِ أَهْلُ اللهِ خَاصَّتُهُ ﴾

Dari sahabat Anas bin Malik r.hu ia berkata, “Rasulullah saw bersabda,

“Allah mempunyai beberapa ahli dari kalangan manusia.” Para sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah saw bersabda, “Ahli al-qur’an, mereka adalah ahli Allah yang paling istimewa disisi-Nya.”

Kedudukan Hadis
Hadis di atas terdapat dalam Sunan Ibnu Majah, Juz I, hadis nomor 211, halaman 250. Juga, ditakhrij oleh Imam Baihaqi r.hu, dalam Kitab-nya, Juz VI, hadis nomor 2576, halaman 214. Demikian halnya dalam Kitab Musnad Imam Ahmad, Juz XXIV, hadis nomor 11831, halaman 377. Tidak ketinggalan Imam Hakim r.hu juga meriwayatkan dalam Shahih al-Hakim, Juz V, hadis nomor 2003, halaman109.

Pemahaman Hadis
Ahlīnā. Artinya, keluarga Kami.
Allah swt mempunyai banyak ahli dari kalangan manusia, di antara ahli Allah yang paling istimewa adalah ahli qur’an.
Dalam hadis di atas ditanyakan, “Siapakah ahli Allah?” Rasulullah saw menjawab, “Ahli qur’an”.
Lalu, dari jawaban itu timbullah pertanyaan, “Siapakah yang disebut ahli qur’an? Apakah mereka yang mengamalkan qur’an, menghafalnya atau hanya sekadar membaca?”
Sudah menjadi fenoma di negeri tercinta ini. Setiap ada acara seperti: sunatan, kematian, pernikahan, sampai sumpah jabatan menjadikan tilawah al-qur’an sebagai ritual.
Apakah yang demikian itu yang disebut ahli qur’an?! Jawabannya, tentu tidak. Karena yang disebut ahli qur’an adalah yang beramal dengan qur’an dan berakhlak dengannya. Jadi, yang disebut ahli qur’an, ialah mereka yang membaca, memahami, membela, mengajarkan, memuliakan, dan mengamalkannya, alias berakhlak dengan al-qur’an. Itulah yang disebut ahli qur’an. Yang di dalam hadis di atas disebut ahlullāh yang paling istimewa. Jika belum demikian berarti belum bisa dikatakan ahli qur’an.
Dalam Tafsir al-Qurthubi al-Hasan r.hu berkata, “Orang yang membaca al-qur’an ada tiga macam: Pertama. Dia membaca al-qur’an, lalu menjadikan al-qur’an sebagai barang dagangan, dan dengannya dia mengharap harta manusia dari satu negeri ke negeri yang lain. Kedua. Ada yang membaca al-qur’an dengan indah. Tetapi, mereka menyia-nyiakan hukum-Nya. Mereka mengalirkan harta banyak, harta yang dimiliki para penguasa dan memfitnah para penduduk negerinya. Alangkah banyak yang demikian. Semoga Allah tidak memperbanyak orang-orang yang demikian. Ketiga. Ada yang membaca al-qur’an. Dia memulai dengan yang mengandung obat yang dia ketahui dari al-qur’an. Kemudian, dia gunakan untuk mengobati hatinya. Meleleh air matanya. Dia begadang tidak tidur, sedih, dan khusyu’. Karena mereka, Allah ta’ala menurunkan hujan, memusnahkan musuh-musuh, menolak bala`. Demi Allah, pemikul al-qur’an seperti ini sangat sedikit di kalangan manusia.”
Beliau melanjutkan, “Allah telah berfirman tentang orang-orang yang menghafal kitab-kitab yang turun dari langit yang mereka tidak mengerti hukum-hukum-Nya, halal dan haram dengan firman-Nya, “Di antara mereka ada orang-orang yang ummi, mereka tidak mengetahui tentang al-Kitab kecuali membaca [amani] dan mereka hanya menduga-duga” (Qs.al-Baqarah [2]: 78). Meraka menghafal al-qur’an tetapi tidak mengetahui apa yang telah diturunkan oleh Allah di dalamnya tentang hikmah-hikmah dan pelajaran. Maka, Allah menyifati mereka, bahwa mereka hanya sekadar amani. Amani dalam konteks ini berarti tilawah (membaca). Sufyan pernah berkata, “Tidak ada di dalam kitabullah ayat yang paling berat bagiku kecuali “Katakanlah, “Wahai ahli kitab, kalian tidak dipandang beragama sedikit pun sampai kalian menegakkan ajaran Taurat dan Injil (Qs.al-Maidah [5]: 68). Menegakkan al-qur’an, artinya membaca dan memahami, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari."

Ahlul qur’an. Artinya, keluarga qur’an.
Maksudnya, mereka yang: Pertama. Membaca. Yaitu, membacanya dengan penuh khidmat, khusyuk, dan di dalam hati merenungi isinya. Sehingga melahirkan kualitas iman yang kuat terhadap kebesaran Allah swt. Dan, pasca membacanya melahirkan Perubahan Perilaku yang signifikansi dengan: Islam; Iman; dan Ihsan.
Kedua. Memahami. Kebanyakan kaum muslimin-mukmin membaca al-qur’an dengan indah. Tetapi, tidak memahami arti dan tafsir yang benar tentangnya. Demikian juga orang-orang yang menghafal al-qur’an tetapi tidak memahaminya dan hanya sebatas menghafal huruf-hurufnya saja.”
Imam Thurthusi r.hu dalam al-Hawadis halaman 96, yang ditahqiq oleh Syaikh Ali Hasan r.hu menyatakan, “Termasuk bid’ah apa yang dilakukan oleh orang-orang tentang al-qur’an, adalah sekadar menghafal huruf-hurufnya tanpa memahaminya.”
Imam Malik r.hu meriwayatkan dalam Muwatha’ Juz I, halaman 205 menyatakan, “Abdullah bin Umar berhenti pada surat al-baqarah selama 8 tahun.” Para ulama berkata, bahwa maknanya adalah beliau mempelajari fara`idlnya, hukumnya, halal-haramnya, janji, ancamannya, dll.”
Diriwayatkan dari Malik r.hu dalam al-Utaibah, beliau berkata, “Pernah ditulis surat kepada Umar bin Khathab dari Irak yang mengabarkan kepadanya bahwa beberapa orang telah menghafal al-qur’an.” Maka, Umar memberikan imbalan pada mereka dengan mengatakan, “Berikan kepada mereka harta.”
Kemudian, bertambah banyak orang yang menghafal al-qur’an. Satu tahun setelah itu ditulis surat kepada Umar, bahwa ada 700 orang yang telah menghafal al-qur’an. Kemudian, Umar membalas, “Aku khawatir kalau mereka bersegera dalam al-qur’an tanpa memahaminya.”
Imam Malik r.hu berkata, “Maknanya adalah beliau khawatir kalau mereka menakwilkannya dengan tidak benar.”
Imam Malik r.hu pernah ditanya tentang anak berumur 7 tahun yang telah menghafal al-qur’an. Maka, beliau menjawab, “Menurutku hal itu tidak patut.”
Sisi pengingkaran beliau dalam hal ini adalah karena para shahabat membenci cepat-cepat menghafal al-qur’an tanpa memahami maknanya.
al-Hasan r.hu berkata, “Sesungguhnya al-qur’an ini telah dibaca oleh para hamba dan anak-anak. Tapi, mereka tidak tahu tafsirnya. Dan, tidak memulai dari awalnya, padahal Allah telah berfirman, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (Qs.Shad [38]: 29).
Ketiga. Membela. Selanjutnya, Imam Qurthubi r.hu mengatakan, “Seseorang tidak akan bisa membela al-qur’an, kecuali kalau dia memahami isinya.” Baik dari segi bahasa (nahwu, sharaf, dll) atau tafsirnya. Bagi orang yang lemah dalam hal-hal tersebut biasanya ketika diterpa badai syubhat dari ahlul bid’ah, dia akan tenggelam.
Keempat. Mengajarkan. Pada point berikutnya, beliau berkata, “Mengajarkan al-qur’an mengandung keutamaan, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-qur’an dan mengajarkannya” (Hr.Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Darimi).”
Kelima. Memuliakan. Memuliakan al-qur’an ketika membacanya, berarti harus bertatakrama ketika itu. Seperti: dalam keadaan wudlu, tidak bersandar, dan tidak duduk seperti orang yang sombong. Memuliakan al-qur’an bukan hanya seperti yang dipahami oleh orang-orang awam, yaitu dengan meletakkan di tempat yang bersih (namun tidak pernah dibaca sama sekali). Tetapi lebih dari itu memuliakan al-qur’an, ialah dengan dibaca dan diamalkan setelah dipahami. Jangan seperti kebanyakan orang sekarang. Jangankan membaca, bahkan kadang-kadang ada rumah kaum muslimin yang tidak memiliki al-qur’an. Kalaupun punya, diletakan dalam lemari dan disimpan tanpa pernah disentuh.
Keenam. Berakhlak dengannya. Manusia yang telah mengamalkan al-qur’an adalah Rasulullah saw. Bila ingin mengamalkan al-qur’an dan berakhlak dengannya. Maka, hendaknya melihat akhlak beliau. Hal itu pernah diucapkan oleh Ibunda ‘Aisyah r.ha, “Akhlak Nabi saw adalah al-qur’an” (Hr.Muslim).

Ahlullahi. Artinya, keluarga Allah.
Keluarga Allah ialah mereka yang telah mengamalkan ke-6 syarat ahli qur’an di atas. Sedangkan untuk mengamalkan syarat-syarat di atas tidak mudah, melainkan butuh perjuangan yang sungguh-sungguh. Karenanya, bagi yang mempu mengamalkan mendapatkan reward dari Allah ta’ala berupa sesuatu yang indah yaitu,

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah swt dan mendirikan shalat, lalu menafkahkan sebagian dari rizeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam atau terang-terangan. Mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Supaya Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari anugerah-Nya. Sesungguhnya Allah swt Mahapengampun lagi Mahamenyukuri.” (Qs.Fathir [35] :29-30).

Juga dalam hadis qudsi diterangkan, Rasulullah saw bersabda, Allah ta’ala berfirman,

“Barangsiapa disibukkan dengan mengkaji al-qur’an dan menyebut nama Ku. Sehingga tidak sempat meminta kepada Ku. Maka, Aku berikan kepadanya sebaik-baik pemberian yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta. Dan, keutamaan kalam Allah atas perkataan lainnya adalah seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya. (Hr. Tirmidzi).

Oase Pencerahan
Di Indonesia 99% penduduk beragama Islam yang iman, bahwa Allah swt adalah Rabbul alamin. Dan, Muhammad adalah utusan-Nya. al-Qur’an ialah kitab suci-Nya dan pedoman hidup. Seharusnya umat Islam yang harus memimpin dunia. Bukan malah sebaliknya menjadi buruh di negeri sendiri. Sedangkan orang-orang kafir yang tidak percaya adanya Allah Rabbul alamin “diamanahi” mengatur kehidupan.
Mengapa bisa terjadi? Jawabnnya adalah karena masyarakat Islam Indonesia belum manjadi ahli qur’an. Di mana belum menjadikan al-qur’an sebagai rujukan dan nafas kehidupan.
Mereka membaca al-qur’an tidak lebih dari tenggorokan. Bahkan, ada sebagian oknum yang memperjual-belikan ayat-ayat al-qur’an. Terbukti fenomena memperjual-belikan al-qur’an masih asyik mewarnai kehidupan bangsa Indonesia tercinta.
Pejabat dilantik dengan al-qur’an, harapannya ketika ada persoalan mereka merujuk kepada al-qur’an. Bukan semaunya sendiri mengikuti hawa nafsu mereka ketika mengambil suatu tindakan dan keputusan.
Acara pernikahan dibacakan al-qur’an dengan harapan, ketika mengarungi bahtera kehidupan yang luas dan dalam tanpa tepi tersebut mau manjadikan al-qur’an sebagai kompas dan pandu kehidupan, sehingga tidak salah dalam berlabuh. Bukan ketika ada masalah lari ke diskotik , dugem, pil koplo, dan narkobar.
Inilah yang dihawatirkan oleh Rasulullah saw dengan sabdanya,

“Akan muncul di akhir masa ini sekelompok orang yang umurnya masih muda-muda dan lemah akalnya. Apa yang mereka ucapkan adalah perkataan manusia yang terbaik. Mereka suka membaca al-qur’an akan tetapi bacaan mereka tidak sampai melewati pangkal tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama seperti halnya anak panah yang melesat dari sasaran bidiknya. Apabila kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka. Karena sesungguhnya dengan terbunuhnya mereka maka orang yang membunuhnya itu akan mendapat pahala di sisi Allah pada Hari Kiamat kelak” (Hr.Bukhari dan Muslim; dari sahabat Ali bin Abi Thalib r.hu).

Mari segera rubah perilaku kita, jika kita menghendaki menjadi keluarga Allah dengan istiqamah dan mudawamah BDM (belajar-diajar-mengajar) al-qur`an dalam kehidupan sehari-hari mulai bangun tidur sampai tidur kembali. [ ]

No comments:

Post a Comment