Friday, September 3, 2010

Ingin Sehat? Hindari Dosa!

عَن النّوّاس بنِ سمعانَ d عن النّبيّ j قال:
﴿ اَلْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَاْلإِثْمُ مَا حَاكَ فِى نَفْسِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطْلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ ﴾ (( رواه مسلم ))
Dari sahabat Nuwas bin Sam’an r.hu, dari Nabi saw, beliau bersabda,

“Kebaikan adalah akhlak yang baik. Sedangkan dosa adalah segala hal yang mengusik jiwamu, dan kamu tidak suka jika orang lain melihatnya” (Hr.Muslim, Kitâb Arba’in Nawawiah, no.27).

وَعَن وَابِصَةَ بنِ مَعْبَدٍ d قال:
﴿ أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ j فَقَالَ: جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ، اَلْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَاْلإِثْمُ مَا حَاكَ فِى النََّفْسِ، وَتَرَدَّدَ فِى الصَّدْرِ،وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ ﴾ (( حديث حسن، رويناه في مسندى الإمامين: أحمد بن حنبل والدّارميّ بإسناد حسنٍ ))
Dari sahabat Wabishah bin Ma’bad r.hu berkata, “Saya datang kepada Rasulullah saw, beliau bersabda,

“Apakah kamu datang untuk bertanya tentang kebaikan?”
Saya menjawab, “Benar.”
Nabi saw bersabda, “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan hati. Sedangkan dosa adalah apa-apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati; meskipun orang-orang memberi fatwa membenarkanmu” (Hr.Ahmad, Kitâbul Musnad, Juz IV, hal.228. Dan, Hr.Darimi; dengan isnad hasan, dan menurutnya, “Hadis hasan”).

Kedudukan Hadis
Hadis ini sangat singkat, sederhana, dan padat. Itu dapat dilihat dari susunan kalimatnya yang indah, dan mudah dihafal. Di mana diterangkan, bahwa kebaikan itu mencakup segenap akhlak yang baik. Secara universal komunitas muslim akan dapat bersatu. Sebab, yang diperjuangkan adalah tegak dan merebaknya akhlak yang baik di segenap belahan dunia. Inilah yang pokok, seperti telah diketahui, bahwa pengangkatan (bi’tsah) Nabi saw, karena sebagai penyempurna akhlak yang mulia bagi segenap umat manusia, dan agama-agama terdahulu.
Sayang seribu sayang, jika sekarang ini umat Islam terpecah lagi terkoyak. Lantaran, saling berebut untuk menjadi yang paling benar. Sudah banyak dilupakan oleh kaum muslimin, tak terkecuali para ulama`nya. Bahwa, “nafsu keberagamaan”-nya telah melahirkan sikap keagamaannya. Padahal yang seharusnya terjadi “Cara Berpikir” keagamaannya melahirkan sikap mental keberagamaannya.
Akhlak yang baik merupakan pencerminan “Cara Berpikir”. Sedangkan, dosa adalah pencerminan dari “nafsu yang diperturutkan”. Karenanya, dosa senantiasa menjadikan jiwa bergejolak, risau, terombang-ambing, dan resah. Dan, perbuatan dosa selalu menjadikan pelakunya menjadi malu terhadap orang lain. Seseorang yang malu karena dosanya, supaya tidak diketahui oleh orang lain. Akan menjadikan seseorang itu hidupnya mengalami kecemasan, risau, dan tertekan.
Dengan hadis singkat ini Nabi saw, hendak membenahi pola hidup pengikutnya hingga Hari Kiamat untuk menjadi sosok manusia yang: Sehat; Sejahtera; dan Bahagia.
Dengan triple i (baca: tripel ai), yakni: Islam; Iman; dan Ihsan. Seorang mukmin yang di kehidupan kesehariannya selalu memperjuangkan akhlaknya, supaya berakhlak baik. Maka, hal itu telah mendorong lahirnya sikap mental: Menomor-satukan Allah; Jujur; Ikhlas; Syukur; Sabar; dan Tawadlu`. Dengan demikian: Kesehatan; Kesejahteraan; dan Kebahagiaan akan segera dirasakan dan dimilikinya. Itu kebalikannya dengan dosa. Siapa saja yang melakukan dan memilikinya. Maka, di keseharian hidupnya akan penuh kecemasan dan kerisauan. Sebab, dia berusaha menutupi dosa-dosanya itu dari orang lain. Di mana telah menjadi fitrah dosa, bahwa siapa pun yang melakukannya akan selalu berusaha menutupinya dari orang lain.

Kunci Kata
)) اَلْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ ((
“Kebaikan adalah akhlak yang baik”

Kebaikan adalah akhlak yang baik. Luar biasa, betapa sederhananya ajaran Islam. Setiap akhlak yang baik merupakan kebaikan bagi pelakunya. Tidak ada ruginya apabila seseorang itu berakhlak baik. Sebab, dia telah melakukan kebaikan. Demikian juga, jika seseorang itu melakukan kebaikan. Otomatis dia telah berakhlak yang baik.
Ukuran kebaikan adalah melakukan amal perbuatan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Sedangkan ukuran kebenaran, manakala seseorang itu melakukan perbuatan ikhlas hanya mencari ridla-Nya. Tanpa dua ukuran tersebut, maka rugilah seseorang di dalam melakukan perbuatan. Sekali pun perbuatan itu telah dianggapnya baik dan benar. Karenanya, seorang muslim dalam mengerjakan sesuatu harus terus terukur dengan Neraca Syariat dan sunnah Nabi saw.
Adapun puncak kebaikan, adalah jika seseorang itu bertakwa kepada Allah azza wa jalla. Sebagaimana telah dinyatakan-Nya,
£`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur Ì�ÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿Íh‹Î;¨Z9$#ur ’tA#uäur tA$yJø9$# 4’n?tã ¾ÏmÎm6ãm “ÍrsŒ 4†n1ö�à)ø9$# 4’yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur ’Îûur ÅU$s%Ìh�9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# ’tA#uäur no4qŸ2¨“9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdωôgyèÎ/ #sŒÎ) (#r߉yg»tã ( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur ’Îû Ïä!$y™ù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y‰|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$#
“Akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu, ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir [yang memerlukan pertolongan], orang-orang yang meminta-minta, [memerdekakan] hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar [imannya]. Dan, mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (Qs.al-Baqarah [2]: 177).

Pemahaman Hadis
1. Anjuran Memaksimalkan Perbuatan Baik.
Perbuatan baik akan mendatangkan ketenangan. Demikian pula dengan sesuatu yang halal, maka ia akan menjadikan seseorang muslim itu tenang di keseharian hidupnya. Orang yang berbuat baik, niscaya hidupnya sehat, sejahtera, dan bahagia.
2. Anjuran Meninggalkan Perbuatan Buruk.
Perbuatan buruk selalu mendatangkan kegelisahan, keresahan, kecemasan, dan kerisauan. Demikian pula dengan sesuatu yang haram dan syubhat, maka ia akan menjadikan seorang muslim di keseharian hidupnya tidak sehat, tidak sejahtera, dan tidak bahagia.
3. Mintalah Fatwa Kepada Hatinya.
Hati seorang mukmin sangat berbeda dengan hati orang kafir. Hati orang yang beriman mampu memberikan fatwa yang sangat bermanfaat bagi pemiliknya. Hati seorang mukmin senantiasa mengajak pemiliknya untuk selalu bertakwa, mendekatkan diri kepada-Nya, dan senantiasa berharap dengan ridla-Nya. Hati seorang mukmin akan selalu menolak segenap hal yang bertentangan dengan Neraca Syariat dan sunnah Rasulullah saw.
4. Segera Miliki Akhlak Yang Baik.
Akhlak yang baik dapat mendatangkan segenap kebaikan. Seorang yang baik karena akhlaknya yang baik. Akhlak yang baik alah investasi seorang hamba untuk kehidupan akhiratnya. Di kehidupan kesehariannya, seorang muslim mukmin akan selalu memperjuangkan untuk dirinya, agar dirinya segera memiliki akhlak yang baik.
5. Tinggalkan Yang Haram & Syubhat.
Sesuatu yang haram dan syubhat harus ditinggalkan, semata karena-Nya. Haram dan syubhat dapat mendatangkan kecemasan. Dan, puncaknya adalah kematian yang su’ul khatimah (akhir yang buruk saat menghembuskan nafas kematiannya, red). Di samping itu hati seseorang yang terbiasa dengan melakukan yang haram dan syubhat, dapat menjadikannya hidup tidak sehat, tidak sejahtera, dan tidak bahagia.
Suatu misal, seorang koruptor itu hidupnya tidak akan pernah sehat, tidak sejahtera, dan tidak bahagia. Sampai kapan pun di hati kecilnya akan terus merasakan serba salah, dan akan mengalami kecemasan-kecemasan. Sebab, dia akan terus hidup dalam kebohongan-kebohongan, sekali pun orang lain tidak tahu dengan kebohongannya, tetapi dirinya dan Allah pasti mengetahui kebohongan itu.
6. Mukjizat Nabi.
Dalam hadis ini telah tergambarkan, betapa Nabi saw memiliki mukjizat yang luar biasa. Yang mana apa yang telah menjadi gejolak hati sahabat Wabishah, dapat beliau jawab dengan benar. Sebelum sahabat Wabishah membuka pertanyaan kepada beliau.
7. Manusiakanlah Manusia.
Hadis di atas memberikan Pembelajaran Sifat kepada kita, bahwa Nabi saw benar-benar menempatkan manusia siapa pun dia, khususnya di kalangan sahabatnya; sesuai dengan kemanusiaannya. Istilah alfaqir, Nabi saw merupakan sosok teladan di dalam menempatkan manusia dengan fitrah kemanusiaannya. Inilah yang alfaqir istilahkan dengan memanusiakan manusia.
Dengan memanusiakan manusia, maka dakwah Islam akan sukses dhahir dan bathin. Seperti diketahui, prinsip dakwah adalah terjadinya Perubahan Perilaku. Diharapkan dengan terjadinya Perubahan Perilaku, seseorang akan kembali untuk mengikuti jalan yang diridlai-Nya. Yakni, dinul Islam.
8. Fungsi Agama Islam.
Dinul Islam di kehidupan seorang muslim berfungsi sebagai pencegah, agar tidak melakukan perbuatan yang diharamkan oleh-Nya. Agama memiliki kekuatan dari dalam diri seseorang untuk patuh dengan-Nya. Sementara, peraturan yang dibuat umat manusia, sifatnya mencegah seseorang dari luarnya. Maka, CC 100% dengan Neraca Syariat dan mengikuti kesepakatan umum, yang telah dibuat oleh manusia yang tidak bertentangan dengan Neraca Syariat; adalah modal seorang manusia untuk menjadi manusia unggul.
Jika Rasulullah saw merapatkan shaff sosial, ketika diembargo oleh kafir quraisy selama 3 tahun, dapat melahirkan peradaban Islam yang mengglobal. Sudah saatnya kaum muslimin merapatkan shaff sosialnya, guna melahirkan kehidupan yang rahmatal lil âlamîn sebagai kelanjutan dari penegakan peradaban Islam itu.
Di sinilah fungsi transformatif-implementatif dinul Islam harus segera kita wujudkan di keseharian hidup kita. Sebab, secara aplikatif dinul Islam selalu mendorong kepada umat Islam untuk senantiasa dinamis, guna mewujudkan kehidupannya yang sehat, sejahtera, dan bahagia.

Perubahan Perilaku
1. CC 100% dengan akhlak yang baik dan segenap kebaikan.
2. Mintalah fatwa kepada hati hurani, ketimbang harus mengikuti hawa nafsu dan akal rasionalisme.
3. Ukurlah segala sesuatu itu dengan Neraca Syariat dan sunnah Nabi saw.
4. Hargailah manusia itu sesuai dengan kedudukannya.
5. Maksimalkan ketaatan dan kebaikan. Tinggalkan kemaksiatan dan durhaka.

Kesimpulan
a. Kebaikan itu adalah akhlak yang baik. Adapun puncak kebaikan ialah bertakwa kepada Allah swt.
b. Manusia dianjurkan oleh agama, agar memiliki kebiasaan melakukan koreksi atas dirinya sendiri (muhasabatun ‘alan-nafs).
c. Tinggalkan segenap perbuatan yang dapat menjadikan hati cemas dan lalai. Sebaliknya, kerjakanlah setiap perbuatan yang dapat menjadikan hati itu tenang dan bahagia.
d. Biasakan berdialog dengan siapa pun, supaya tidak terjadi kemacetan komunikasi. Sebab, komunikasi yang tersumbat dapat melahirkan banyak kecemasan, dan puncaknya revolusi sosial. []

No comments:

Post a Comment