Saturday, September 18, 2010

Antara Serigala dan Manusia

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَعْدِ بْنِ زُرَارَةَ عَنْ ابْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
﴿مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ﴾

Dari sahabat Ibnu Kaab Ibnu Malilk al-Anshary r.hu, dari ayahnya berkata, ”Rasulullah saw bersabda,

”Tidaklah dua serigala dilepas pada kambing lebih merusak dibandingkan ambisi seseorang pada harta dan kedudukan (jabatan), yang akan merusak agamanya.”

Kedudukan Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam Sunannya pada bab Ma Jaa fi Akhadil Mali fi Haqqihi juz VIII halaman 381 hadis nomor 2298. Imam Ahmad dalam Musnadnya merriwayatkan hadis ini pada bab Haditsu Ka’bibni Malik r.hu juz XXXI halaman 419 hadis nomor 15224. Imam Baihaqi, Thabrani dan Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadis serupa dalam kitab-kitabnya.

Pemahaman Hadis
Dzi’bāni jai’āni. Artinya, dua serigala yang lapar.
Anda pernah melihat progam wild life? Dalam acara tersebut bagaimana kita bisa melihat serigala memangsa buruannya, mencekram, menerkam, menggigit, merobek, mengunyahnya dan kemudian menelannya. Saling tarik antara satu serigala dengan serigala lainnya menjadi hal yang biasa. Sebab masing-masing ingin mendapatkan makanan yang paling banyak.
Dalam hadis di atas terdapat penguatan-penguatan di mana kata dzi’bāni jaiāni (dua serigala) yang daya rusaknya disamakan dengan satu orang saja. Ada rasa lapar ditambah sifat buas dan rakus serigala yang disamakan dengan satu orang saja. Ada rasa lapar ditambah dengan sifat buas dan rakus serigala yang disamakan dengan rasa lapar seseorang terhadap harta dan posisi. Ada kata kambing yang dianalogikan sebagai agama yang ada posisi lemah tak berdaya dan kemudian menjadi objek mangsa. Di atas itu semua, daya rusak dua serigala itu masih kalah dahsyat dibandingkan dengan kehausan seseorang terhadap harta dan jabatan.

Hirsil mari. Artinya, ketamakan seseorang.
Jika serigala memburu mangsanya. Kemudian sang buruan itu telah didapatkannya, perutnya merasa kenyang maka cukuplah bagi sang serigala. Berbeda dengan manusia manakala ketamakan dan ambisi yang sangat besar terhadap harta dan kedudukan meskipun ia sudah mendapatkan apa yang diinginkan. Dirinya tidak akan pernah puas. Bahkan akan semakin menjadi-jadi untuk memperoleh harta yang lebih banyak dan juga jabatan yang lebih tinggi. Meskipun dengan berbagai cara yang bertentangan dengan Neraca Syariat.
Dalam hadis di atas betapa sangat detail konotasi Rasulullah saw dari sebuah keserakahan manusia. Sebuah gambaran kerusakan yang divisualisasikan dalam bentuk dua serigala yang lapar yang dilepaskan pada sekawanan domba. Dimana kerusakan yang diakibatkan oleh serigala tersebut masih kalah dahsyat dibandingkan dengan kerakusan manusia.

al-Mal was syaraf. Artinya, harta dan jabatan (kedudukan).
Harta dan jabatan (kedudukan). Keduanya sering disebut-sebut sebagai dua sekawan yang tak terpisahkan. Harta bisa menghantarkan seseorang kepada posisi atau jabatan tertentu. Bahkan hari ini posisi yang seharusnya diisi secara alami oleh orang-orang berkompeten pun bisa dibeli dengan harta. Posisi atau jabatan pun bisa membuat orang mampu mengeruk harta sebanyak-banyaknya. Tanpa ada rasa puas. Tidak ada rasa malu. Apalagi secuil peduli, perhatian dan keberpihakan terhadap masyarakat.
Sebuah konsekuesnsi kerusakan, saat seseorang meraih jabatan dengan menggunakan hartanya. Seperti halnya dalam kaidah jual-beli karena dia telah mengeluarkan sekian banyak rupiahnya, maka ia pun harus mendapatkan lebih banyak saat telah menjabat. Jika orang yang seperti itu diberi gelar khusus maka ada yang lebih dari itu. Yaitu orang yang mendapatkan posisi karena jerih payah orang lain dan tidak ada dari hartanya yang dikeluarkan kemudian daya rusaknya sama dengan mereka yang mengeluarkan hartanya guna merengkuh suatu jabatan. Entah gelar apa yang tepat untuk orang yang seperti ini.
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi dijelaskan bahwa rakus harta bisa merusak agama agama karena ada kekuatan yang menggerakkan syahwat yang menjerumuskan kepada bermegah-megahan dalam hal yang mubah. Hingga menjadi kebiasaan dan sangat besar ketergantungannya terhadap harta. Adapun rakus jabatan bisa merusak agama karena orang itu akan masuk ke dalam syirik tersembunyi. Menjadi orang yang suka mencari muka, mempunyai sifat nifak dan akhlak buruk lainnya, maka ini lebih merusak dan lebih merusak. Dan inilah yang membuat rusak negeri ini.
Kalau serigala hanya merusak sekawanan kambing, manusia bisa menghancurkan sistim sebuah negara dan menyebabkan kemiskinan terstruktur. Setelah itu semua, agama pun bisa dirusak oleh kerakusan terhadap harta dan jabatan. Karena bahkan agama pun bisa dimangsanya dengan cara dijual ayatnya, ditunggangi nama besarnya, ditumbalkan, diabaikan. yang penting harta dan jabatan didapatnya.
Maka dia telah berubah menjadi manusia serigala yang sangat rakus dan berbahaya!

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Menjaga jarak dengan dunia.
2. Tidak ambisius terhadap harta dan kekuasaan.
3. Hidup zuhud sebagaimana diteladankan oleh Nabi saw dan para sahabat r.hum. Ingat! Zuhud bukan berarti antipati terhadap kehidupan dunia.
4. Hati-hatilah terhadap fitnah kekuasaan.

Oase Pencerahan
Harta dan kekuasaan adalah sesuatu yang sangat menggiurkan bagi manusia. Sebab di situlah terdapat kemasyhuran, ketenaran, kehormatan, dan kemapanan sosial ekonomi. Maka relevanlah sabda Nabi saw di atas dimana daya rusak seseorang yang telah dihinggapi rasa keinginan untuk mendapatkan harta dan kekuasaan daya rusaknya lebih dahsyat dari pada kerusakan yang diakibatkan dua ekor serigala yang sangat lapar yang dilepaskan di sekawananan domba. Sebab tidak jaraang ambisi seseorang terhadap harta dan kekuasaan akab menutupi akal sehatnya. Bahkan bisa merudupkan keimanan kepada Allah swt.
Kita bisa tengok di jaman sekarang. Di mana para pengejar jabatan demi memperoleh suatu jabatan ‘rela’ mengerjakan hal-hal yang diharamkan oleh Neraca Syari’at. Seperti, suap, berbuat curang, mendhalami para kompetitornya, berbohong, dan perbuatan-perbuatan yang dilarang lainnya. Ketika ditanya pastilah mereka akan menjawab bahwa hal seperti itu merupakan hal yang diharamkan dan dilarang oleh agama. Lalu mengapa mereka tetap melakukannya? Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah Mahamelihat? Apakah mereka tidak meyakini bahwa kelak mereka akan ditanya oleh Allah swt?
Ya, seperti itulah daya tarik harta dan kekuasaan. Bisa menggiurkan siapapun. Maka tidak ada jalan lain bagi kita untuk terus memohon pertolongan kepada Allah swt agar selalu dipelihara dari fitnah dunia dan kekuasaan.
Pada dasarnya permasalahan bukanlah pada jabatan atau kepemimpinan itu sendiri, akan tetapi pada cara untuk mendapatkannya. Seperti halnya orang yang bercita-cita menikah dengan seorang wanita cantik. Tentunya tidak seorang pun menyalahkan cita-cita orang ini, karena hal itu termasuk perkara yang dibolehkan atau tidak dilarang. Akan tetapi yang tidak diperbolehkan baginya adalah berusaha mencarinya dengan cara-cara yang dilarang atau diharamkan agama maka pernikahan orang itu kelak tidak akan mendapat keberkahan dari Allah swt dan jauh dari bantuan-Nya dalam setiap permasalahan di rumah tangganya. Akan tetapi jika orang itu mendapatkannya dengan cara-cara yang dibenarkan dan dihalalkan agama maka pernikahannya kelak akan diberkahi dan ditolong-Nya.
Semoga kita semua selalu dijaga oleh Allah swt dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Sebab hanya Dia-lah sebaik-baik penjaga. Amiin.

No comments:

Post a Comment