Saturday, September 18, 2010

Komunitas Orang Yang Jujur Dan Mati Syahid

عن عيسى بن طلحة، قال: سمعت عمرو بن مرة الجهني، قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقال يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ، وَصَلَيْتُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، وَأَدَيْتُ الزَّكَاةَ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَقَمْتُهُ، فَمِمَنْ أَنَا؟ قَالَ:
مِنَ الصَّدِيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ

Diriwayatkan dari Isa bin Thalhah r.hu, ia berkata saya mendengar Amru bin Murrah al-Juhany ia berkata bahwa, telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw dan bertanya? “Wahai Rasulullah saw bagaimana menurut pendapat Anda jika saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan Anda adalah utusan-Nya, mendirikan shalat lima waktu, menunaikan zakat, puasa di bulan ramadlan dan shalat tarawih di malamnya, termasuk golongannya siapa aku ini? Rasulullah saw bersabda,

”Termasuk orang-orang yang jujur dan orang yang mati syahid’”

Kedudukan Hadis
Hadis ini terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban juz: XIV, halaman: 377, hadis nomor: 3507; Shahih Ibnu Khuzaimah juz: VIII, halaman: 143, hadis nomor: 2024; Sunan Thabrani juz: VIII, halaman: 309, hadis nomor: 2866; al-Baihaqi juz: VIII, halaman: 129, hadis nomor: 3464.

Pemahaman Hadis
Lā ilāha illā-llāh. Artinya, meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah swt.
Jadi percaya dengan Allah disini tidak ”tok-oyo” hanya percaya kepada Allah tapi tidak melakukan perintah-Nya. Yang dimaksud di sini ialah meng-Allah-kan Allah. Menjadikan Allah yang nomor satu serta menjadikan Allah sebagai motivator kecerdasan dan nafas dalam kehidupan.
Tidak ada sandaran dalam hidup ini selain Allah swt. Hanya Dia tempat bergantung dan tempat menyembah dan tempat memohon pertolongan.
Wa annaka rasulullah. Artinya, adalah mengakui tentang kenabian Muhammad bin Abdullah.
Mengakui beliau tidak sebatas percaya, tapi lebih dari itu ialah meneladani akhlak beliau, dan mengejawantahkan teladan-teladan beliau ke dalam kehidupan nyata.
Nah, Pernyataan "Muhammadun-Rasûlullâh" ialah mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan menerima kebanaran yang dibawa oleh beliau saw, itu artinya seorang yang telah mengaku muslim [yang ingin termasuk golongan orang-orang yang jujur dan mati syahid] wajib hukumnya mewujudkan empat sifat Rasul dalam kehidupan sehari-hari. Keempat sifat tersebut ialah “Shiddiq, fathanah, amanah, dan tabligh.”
Siddiq adalah sifat pertama yang harus dimiliki oleh setiap muslimin-mukmin. Siddiq yaitu jujur, yang berarti berbudi benar sesuai dengan waktu dan tempatnya. Orang Inggris menerjemahkan siddiq dengan henest dan righteous. Artinya seseorang yang Siddiq ialah mereka yang bertekat untuk hidup jujur dan benar sesuai dengan waktu dan tempatnya. Orang jawa bilang ”ora ngawur.”
Fathanah adalah cerdas, cermat, dan seksama. Orang yang meneladani Rasul adalah orang yang bertindak cerdas. Apa yang dilakukan tidak menimbulkan kedzhaliman dan penderitaan orang lain, kecuali mereka yang iri dengan perilaku itu. Orang yang fathanah akan malu bertindak yang tidak pantas. Malu bertindak yang tidak sesuai dengan Neraca Syari’at.
Amanah artinya dapat dipercaya. Orang yang amanah adalah orang yang mampu mengemban apa-apa yang dipercayakan kepadanya. Jika harta-benda dititipkan kepada orang yang amanah, maka harta benda itu tidak akan susut atau berkurang.
Tabligh. Orang yang tabligh tidak akan menyembunyikan apa yang bukan haknya, ia senantiasa mengantarkan amanat sampai tujuan.
Inilah makna memahami sahadat Rasul sesuai dengan firman-Nya,
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali-Imrân [3]: 31)

wa shalaitu. Artinya, dan saya shalat.
Shalat disini bukan hanya sekedar shalat, alias sebagai pengugur kwajiban tapi benar-benar shalat yang mampu merubah pelakunya kearah yang lebih baik. Yaitu shalat yang menghantarkan pada akhlakul karimah.
Orang yang shadiqin benar-benar menjadikan shalat sebagai motivator kecerdasan keagamaan. Membumikan shalat dan apa-apa yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan keseharian, yang ditandai dengan terjadianya perubahan perilaku kearah yang lebih baik dan bermanfaat.
Jika seseorang telah mancapai derajat menjadikan syari’at Islam [shalat] sebagai motivator kecerdasan, maka insya Allah hidupnya akan selalu berdzikir kepada Allah swt meskipun dalam keadaan bergerak, berdiri, rukuk, sujud dan duduk dalam satu kesatuan, maka terciptalah ketenangan batin. Yang mana dalam shalat ada ‘washala’ yaitu tindakan untuk menghubungkan, menyatukan diri dengan Tuhan [wusul]. Bila ini tercapai maka lahirlah ‘kasih’. Yang terejawantahkan tercegahnya seseorang yang menegakkan shalat dari perbuatan keji dan munkar.
Nah, tujuan shalat itu untuk mencegah perbuatan dan tindakan keji dan munkar. Bukan untuk mendapatkan surga. Jika orang sudah taat kepada Allah serta tidak berbuat keji dan munkar maka surganya akan datang dengan sendirinya. Seseorang dikatakan terbebas dari perbuatan dan tindakan keji bila ia sudah tidak lagi melakukan perbuatan yang memalukan. Tidak lagi berbuat yang menjijikkan. Ia bebas dari perbuatan dan tindakan munkar bila ia tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku.
Inilah shalat orang shadiqin yaitu shalat yang mengikuti Rasulullah serta didasari dengan rasa cinta kepada Allah swt. Dan menyadari dengan sepenuh hati bahwa diri ini tidak lebih dari seorang hamba-Nya. Inilah makna shalat yang dikehendaki dalam hadis di atas. Shalat yang mempu merubah perilaku.

wa adaitu zakâta. Artinya, menunaikan zakat.
Yang dimaksud disini adalah menunaikan zakat mal bagi yang sudah mampu, karena kalau zakat fitri itu sudah jelas. Dan yang sering terlupakan adalah zakat mal. Zakat mal sebagai tanda syukur [tahu diri] kepada Allah swt.
Zakat mal sebagai pengejawantahan dari hadis nabi saw, “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”
Berdasarkan hadis di atas, seorang muslim-mukmin diajari oleh Rasulullah saw untuk berperilaku derma dan pemurah. Suka berkurban untuk kepentingan masyarakat, dan mau mengulurkan tangannya kepada siapa saja yang memerlukan. Pemikiran yang dibangun Rasulullah saw. Menjadi seorang muslim harus membiasakan diri dengan "tangan di atas". Sebaliknya, harus malu manakala "tangannya di bawah". Giving not Taking. Inilah sebuah kecerdasan bersosial yang hendak dibangun oleh dinul Islam.
Sekarang sudah saatnya seorang muslim memiliki mindSET pemikiran "tangan di atas", dan harus menjadi kebanggaan umat Islam. Apabila "tangan di atas" telah menjadi kebanggaan kaum muslimin. Maka, dalam waktu yang relatif tidak lama lagi. Kaum muslimin mukmin akan mempunyai kemampuan kecerdasan sosial yang rata-rata air. Hal ini menandakan akan lahirnya banyak karya. Yang itu sangat berguna buat umat manusia. Jadi zakat mal sebagai rasa terima kasih kepada Allah dan sebagai tanda cinta bangsa juga sesama kaum muslimin.

wa shumtu. Artinya, puasa.
Puasa yang dimaksud dalam kata di atas bukan sekedar sebagai pengugur kwajiban sebagai seorang muslim. Tapi puasa yang benar-benar memenuhi standar yang telah difirmankan Allah dan diteladankan oleh baginda nabi saw. Jika tidak! Maka tidak ada out put yang signifikansi terhadap nilai-nilai kehidupan.
Padahal aktivitas puasa adalah perbuatan yang menjadikan pelakunya sehat, sejahtera, dan bahagia. Yang titik puncaknya adalah menjadi hamba-Nya yang muttaqin.
Orang yang berpuasa berarti diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah, yakni dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Inilah tujuan agung dari disyari’atkannya puasa. Jadi bukan hanya sekedar melatih untuk meninggalkan makan, dan minum.
Terlebih dari itu kita dilatih untuk bisa mengendalikan nafsu sahwat yang nyata [makan, minum, menggauli istri, dll] dan nafsu sahwat yang samar [keinginan menjadi populer, menghibah, ingin menjadi ini dan itu, dll]. Yang out putnya adalah menjadi insan muttaqin.

wa qumtuhu. Artinya, dan menghidupkan malam ramadlan.
Yang dimaksud menghidupkan malam disini ialah dengan mengisi malam ramadlan dengan banyak berdzikir, membaca al-qur’an dan meminta ampun kepada Allah serta memperbanyak shalat dan membaca al-qur’an.
Tidak seperti kebanyakan orang sekarang. Disiang harinya puasa tapi dimalam harinya dugem. Sehingga ada ungkapan ”siang dipendam malam balas dendam.”

Minas siddiqina was syuhada’. Artinya, dari golongan orang-orang yang jujur dan orang yang mati syahid.
Kata ini menerangkan ciri tentang [komumitas] orang-orang yang jujur dan golongan orang yang mati syahid. Yaitu orang yang berpandu pada syari’ah islam yang murni. Orang yang benar-benar mengamalkan syariat islam. Mengimani keislamannya dan berperilaku dalam kesehariannya dengan cara yang islami.
Taat kepada perintah Allah swt dan mengikuti Rasulullah saw, sebagaimana dalam hadis diterangkan,
Dari sahabat Abu Hurairah r.hu ia berkata, ketika kami sedang bersama Rasulullah saw, tiba-tiba ada orang Arab Badui datang kepada Rasulullah saw dan bertanya, ”Wahai Rasulullah saw ajarilah aku satu amal yang jika saya mengerjakan amal tersebut, amal tersebut bisa menghantarkan aku ke surga” Rasulullah saw bersabda, ”Sembahlah Allah dan jangan sekutukan Dia, peliharalah shalat lima waktu, tunaikan zakat dan berpuasalah dibulan ramadhan”
Orang badui itu berkata ”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya saya tidak akan menambah amal ini.” Kemudian ia pergi. Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa yang ingin melihat lelaki ahli surga maka lihatlah orang itu.” (Hr. Muslim)

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Jadiikanlah syari’at islam sebagai motivator kecerdasan.
2. Beramallah dengan amal yang terbaik; shalat ya shalat yang terbaik; puasa ya puasa yang terbaik; dan dalam menjalankan syari’at islam dengan yang terbaik.
3. Jangan hanya sekedar shalat.
4. Jadilah diri anda termasuk orang yang jujur dan mati syahid. Dengan cara melaksanakan Rukun Islam dengan sepenuh hati.
5. Dan yang terpenting adalah miliki mindSET menjadi hamba yang jujur dan termasuk syuhada’.
Oase Pencerahan
Orang islam di negeri ini telah sampai pada sabda nabi saw ”sebagaimana buih yang ada di lautan” sebagai kaum yang mayoritas namun tidak bisa memimpin dalam kancah persaingan dunia. Bagaimana ini bisa terjadi? Karena umat islam belum menjadikan Rukun Islam sebagai motivator kecerdasan dan nafas dalam kehidupan.
Yang terjadi saat ini adalah riak dalam beragama, seolah-olah beragama namun pada kenyataannya hanya bermain-main dalam beragama.
Dalam teori pemberdayaan. Di dunia ini ada tiga pemberdayaan, jika itu dipegang maka hasilnya masyaAllah. Tiga pemberdayaan itu ialah, Laut, Pasar, dan Masjid.
Kalau ketiga-tiganya ini dipegang oleh kaum mayoritas di negeri ini saya sangat yakin umat islam akan ditakuti oleh negara dan umat lain di dunia ini. Namun kenyataan yang terjadi sangat berbeda dan sungguh memprihatinkan.
Laut kita yang kaya, dibiarkan begitu saja. Pasar kita sudah dikuasai oleh orang-orang yahudi dan nasrani, sedangkan orang islamnya sendiri asyik menjadi buruh dikandang sendiri. Dan Masjid kita ”menangis” karena tidak ada jamaahnya. Masjid yang begitu besar dan megah orang yang shalat subuh berjamaah bisa dihitung dengan jari. Bisa dikatakan pilar-pilar masjid lebih banyak dari pada orang yang shalat. Kita harus malu. Dan kita harus bangkit. Kita harus memiliki mindSET ”bahwa kita bisa menggenggam ketiga pemberdayaan tersebut.” insya Allah.

No comments:

Post a Comment